Thursday, July 31, 2008

Al Muzani belajar wudhu - renungan Jumat

Al Muzani belajar wudhu …  .................

 

……. ada orang orang yang wudhu saja belum benar, tapi sudah dengan gagah bicara tentang kebebasan beragama. Tentang keyakinan akan kebenaran, tentang Tuhan yang tidak boleh otoriter, tentang agama yang harus ditafsirkan  dengan bebas atas nama demokrasi …….

 

Al Muzani gundah. Ia terserang penyakit pemikiran. Sesuatu yang dimasa itu dikenal dengan ilmu kalam. Intinya mendalami ilmu tauhid dan eksistensi ketuhanan Allah dengan logika-logika rasional murni. Misalnya tentang sifat-sifat Allah yang dipertanyakan dengan membandingkan sifat manusia. Tentang takdir,  apakah manusia punya hak pilih dalam perilaku atau terpaksa. Bagaimana cara Allah bicara, dengan huruf atau tidak, apakah huruf itu diciptakan atau tidak. Begitu seterusnya.

 

Al Muzani sering terseret mengunyah-ngunyah kerumitan logika seperti itu yang tengah marak. Al Muzani sendiri dikenal sebagai sosok muda yang sangat suka belajar sejak usia belia. Hari itu kegundahannya datang lagi. Ia pun menemui Imam Syafii, ulama besar yang mulai menetap di negerinya (Mesir), setelah sebelumnya menjadi ulama besar di Mekkah dan Irak.

 

Imam Syafii marah seraya bertanya, “ tahukah kamu berada di mana dirimu saat ini.”

“ Ya, disini,di tempat ini,”  jawab Muzani

“ bukan. Kamu berada di Taron, sebuah tempat dilautan yang sangat berbau, tempat dimana firaun dan kaumnya ditenggelamkan,”jawab Imam Syafi’I.

 

Lalu Imam syafii melanjutkan, “ pernahkah kamu mendengar Rasulullah memerintahkan kita untuk menanyakan hal-hal seperti itu.”

“ tidak,” jawab Al Muzani

“Kamu tahu jumlah bintang dilangit, dan kapan masing-masing terbit serta kapan tenggelam ?”

“ tidak,” jawab Al Muzani

sesuatu yang kamu bisa lihat dengan mata saja kamu tidak tahu, sekarang kamu mau mengaduk aduk secara ngawur seputar masalah penciptanya ?”

kemudian Imam Syafii bertanya lagi kepada Al Muzani tentang masalah dalam soal wudhu.

“tapi jawabanku salah,”kenang Al Muzani

Lantas Imam Syafii membagi soal wudhu kepada empat hal. “ dan menanyakan satu persatu kepadaku. Tapi tak ada satupun jawabanku yang benar,” kata Al Muzani.

Maka Imam Syafii marah dan berkata lagi, “ bagaimana kamu ini. Ilmu tentang sesuatu yang harusnya kamu ketahui (wudhu) karena kamu perlukan minimal lima kali setiap hari saja kamu tidak mengerti. Lalu kamu membebani dirimu dengan ilmu yang tidak jelas tentang Tuhan. Jika muncul rasa ragu di dalam dirimu katakan, “ dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Satu, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” [ Al Baqarah : 163 ]

Sesudah dialog itu Al Muzani bertaubat dan mendalami ilmu fiqih, berguru pada Imam Syafii. Pasti salah satu yang dipelajari adalah soal wudhu yang ia salah dalam menjawab. Kelak Al Muzani merupakan salah satu murid Imam Syafii yang berhasil menjadi tokoh besar. Ia berperan penting dalam menyebarkan ilmu Imam Syafii. Imam Syafii pernah berkomentar, “ AL Muzani adalah penopang dan penyebar madzhabku.”

 

Al Muzani adalah kisah tentang obsesi pengetahuan dan pemikiran yang punya sisi kerinduannya. Seperti juga kerinduan perasaan akan hal-hal yang mengesankan, akal punya kerinduannya sendiri. Seperti kerinduan fisik kepada sentuhan, perut pada makanan, mata pada pandangan, seperti itu pula akal pikiran punya tautan rindu dan tambatan penggantungannya sendiri: rindu akan pengetahuan dan olah pikir.

 Tak jarang semua kerinduan itu kita larikan ke alamat yang salah. Dengan pergulatan yang tak perlu. Maka gayungpun tak pernah bersambut. Kegundahan Al Muzani tidak pernah memberinya kepuasan ilmu. Sebab yang ditekuni jelas-jelas salah.

 

Potongan awal sejarah Al Muzani adalah wajah kebanyakan kita. Ada orang orang yang wudhu saja belum benar, tapi sudah dengan gagah bicara tentang kebebasan beragama. Tentang keyakinan akan kebenaran, tentang Tuhan yang tidak boleh otoriter, tentang agama yang harus ditafsirkan  dengan bebas atas nama demokrasi, dan tentu saja tentang hal-hal aneh lainnya.

 

Sejarah Al Muzani adalah sejarah kebanyakan kita. Tapi mungkin tidak seutuhnya. Al Muzani pernah seperti itu, tapi kemudian bertaubat, belajar, berguru dan menjadi tokoh besar. Tapi banyak dari kita tetap tenggelam dalam kekacauan pemikiran,kekacauan kerinduan  yang salah alamat, dan tak pernah kunjung menjadi tokoh besar. Satua atau dua mungkin menjadi orang besar. Tapi menjadi besar hanya karena berani berulah controversial.

 

Ini bukan gerakan membodohi diri dan menolak kemajuan berfikir. Tapi ini adalah semangat tentang tahu diri, menghormati kesucian agama, dan tidak meletakkan Tuhan serta otoritas hukum-Nya dalam timbangan yang keliru.

 

Tidak boleh ada lagi kerinduan-kerinduan kita yang salah alamat. Kita harus melejitkannya menjadi tambatan yang benar. Menjadi besar tidak sama dengan memilih angkuh dan bertindak bodoh. Seperti Al Muzani, ia pernah tak mengerti soal wudhu. Tapi ia memulai kebesarannya dengan mengubah kerinduan yang salah alamat ke tautan hidup yang benar dan menentramkan.

 

[ disarikan dari majalah Tarbawi 2008 ]

 

 

Ingat hari ini hari jum'at (usahakan setidaknya 5 atau 10 menit sebelumnya sudah berada didalam masjid)

pakai pakaian yang terbaik ....

Datang lebih awal dan usahakan di shaf pertama,

karena jika pahala shaf pertama di perlihatkan, maka semua orang akan berusaha di shaf pertama, sehingga harus dilakukan pengundian (Al Hadits)

 

Barangsiapa berkata-kata pada hari Jum’at padahal Imam sedang berkhutbah, maka adalah ia seperti keledai yang memikul kitab-kitab dan orang-orang yang berkata kepadanya: “Diam” tidak ada baginya Jum’at (HR Muslim)

 

Apabila engkau berkata kepada sahabatmu ”Diam” pada hari Jum’at, padahal Imam sedang berkhutbah, maka sesungguhnya telah berbuat sia-sia (HR Ahmad)

 

Jangan lupa matikan HP kita ...saat mulai melangkahkan kaki kita menuju masjid

karena saat ini HP adalah pengganggu utama kekusyuan shalat berjamaah

 

No comments: