Monday, November 10, 2008

TETAP MENYALA

TETAP MENYALA
Cahaya merupakan sebentuk materi yang dapat diukur, dan menurut beberapa orang gelap merupakan keadaan dimana cahaya itu sudah tidak ada, karena lebih lanjut menurut mereka : gelap itu sebenarnya tidak ada, gelap hanyalah kata yang digunakan untuk mendefinisikan keadaan dimana sudah tidak ada cahaya, jadi walaupun setitik, ketika cahaya itu sudah hadir maka kata “gelap”-pun menjadi lenyap, lebih sederhana lagi intinya kegelapan pasti menyerah bertekuk lutut dihadapan cahaya walau kecil. Sudah menjadi ketetapan-Nya, cahaya tidak akan pernah bertekuk lutut di depan kegelapan, dan pasukkan kegelapan tak akan pernah berhasil memadamkan cahaya, tiada pernah gelapnya malam memadamkan lilin. Lilin padam karena usia, lilin padam karena dipadamkan oleh manusia, tapi belum pernah ada sejarah lilin padam karena gelapnya malam.
Seandainya jika diperkenankan menganalogikan segala kebaikan itu merupakan sebentuk cahaya dari Allah, maka ketika Nur-Nya yang hadir pasti mengusir segala kegelapan dan mengusir pula segala keburukan. Pasti! Sehingga kejahatan dan segala keburukan adalah seolah menjadi definisi dari keadaan dimana ketiadaan Cahaya Allah. Penodongan, perampokan, pencopetan, dan kejahatan lain menjadi bukti kalau ketika Cahaya Kebenaran Allah tidak hadir di hati pelakunya maka disanalah tercipta “kejahatan”.
Begitu Maha Pemurah Allah SWT, hinga begitu banyak petunjuk yang dihamparkan oleh Rabb Yang Maha Pengasih demi kasih sayang-Nya kepada hamba – hamba yang dhoif, namun sayang tidak sedikit pula diantara hamba – hambanya yang terlanjur menutup hati oleh ulahnya sendiri, sehingga sumbu lilin yang terlalu basah tentu sulit menyala walau sudah hadir api untuk membuatnya menyala dan kemudian bercahaya. Pernahkah terpikir sesungguhnya bagi Allah tidak mudah untuk menjadikan hamba-Nya untuk menjadi seorang yang “buta, bisu, dan tuli”, dan tidak sulit pula bagi-Nya untuk menutup pintu dihati! Maha Suci Allah dari sifat zhalim kepada hamba – hamba-Nya, maka Ia-pun mengajarkan doa dalam Ali ‘Imran ayat 8.



8. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; Karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".

Maka dengan penuh kerendahan hati dan penuh harap kita menengadahkan tangan, melangitkan harap itu melalui doa agar kita diteguhkan dalam sumbu kebenaran. Sesungguhnya segala kebaikan adalah milik Allah SWT, bagaimana tidak sungguh kita tidak bisa menciptakan sebuah amal terjadi bila Allah tidak berkehendak. Semakin baik iman dan tingkat ketakwaan sesorang hamba, maka ia benar – benar akan merasa kekotoran dirinya, merasa benar – benar dhaif, semakin takut kalau ujian ketakwaan justru menjadi bumerang untuk menyesatkan dari jalan yang lurus. Tiada pernah padi semakin berisi kecuali ia semakin menunduk.

Sebenarnya memercikkan api itu rata – rata lebih mudah daripada menjaganya tetap menyala. Lilin yang sudah menyala tidak mudah untuk tetap menyala, sering kali angin datang membelai untuk memukau supaya sang lilin beristirahat dari cahaya, agar sang lilin tidur sejenak. Begitu pula cahaya di hati ia terlalu sering padam sehingga menjadi sebuah pekerjaan besar ialah menjaga cahaya kebenaran dari Allah untuk senantiasa menyala. Tidak perlu menyala besar, ketika cahaya itu selalu menyala walaupun kecil maka kegelapan tak akan pernah hinggap di hati. Maka pernah terdengar oleh kita kalau sesungguhnya Allah menyukai amalan yang sedikit tapi istiqomah, kontinu, terus menerus.

Umar Timiltsani, diketahui oleh banyak orang dekatnya jikalau beliau sangat menyukai jus mangga, hingga suatu ketika sebuah kajian diadakan dan disuguhkan oleh panitia segelas jus mangga sebagai rasa hormat, namun justru roman muka sang ustadz berubah, hingga akhir acara, beliau tidak menyentuh jus mangga tersebut, beberapa orang merasakan kejanggalan, dan memaksa beliau menceritakan kejadian yang cukup aneh tersebut. Akhirnya sang murabbi itu bercerita kalau dia tidak tega meminum jus mangga itu, lebih lanjut beliau berkata kalau dulu kala sewaktu beliau pulang larut maka sang istri dengan setia menunggu beliau bersama jus mangga yang menemaninya, kemudian minum bersama, sekarang ketika sang istri lebih dahulu menghadap Rabb-nya, maka beliau tidak tega minum jus itu sendirian. Beliau menjaga kesetiaan yang cukup unik itu padahal usia beliau sudah sangat lanjut, tapi... bagaimana menjaga kesetiaan cinta tetap menyala lebih unik...

Ramadhan menjadi ajang yang luas untuk menerima percikan – percikan cahaya kebenaran, tidak jarang setiap tausiah menjadi pemantiknya, setiap peristiwa bisa menjadi hikmah yang memercik, setiap rasa syukur menjadikan hati semakin mudah menyala dalam cahaya kebenaran, dan kemudian menjadi tugas kita untuk menyempurnakan sentuhan Allah, untuk menjadikan tiap – tiap percikan cahaya itu terus menyala.
Secara lahiriah, ramadhan ini menjadi saat penuh berkah, sehingga dari segi kuantitas amalan semakin meningkat, jumlah amalan semakin menjamur, tapi... tidak berhenti disitu saja, sudahkah amalan – amalan itu menggores di hati, meninggalkan bekas yang dalam, sudahkah amalan itu membuat kita merasakan indahnya iman, nikmatnya islam, damainya hati; sudahkah amalan itu membuat kita semakin rindu kepada Rabb, hingga kita seolah ingin selalu beramal lagi.
Sudahkah tiap kening ini menyentuh bumi-Nya, membuat kedamaian menyelimuti diri hingga rasanya sayang mengangkat kepala, sudahkah sujud itu menjadikan hati semakin lapang, segala simpul kesulitan mulai terurai, gundah mulai pudar, sudahkah tiap sujud itu membuat hati merasa selalu ditetesi embun kesejukan.
Sudahkah air mata yang menetes itu murni menyampaikan kegelisahan di hati bukan sekedar parade kemunafikan yang dihamparkan, sudahkah air mata itu menetes di hati dan mencucinya.
Sudahkah setiap tasbih menjadikan kita semakin bisa merasakan kotornya diri dihadapan zat yang Maha Suci, sudahkan setiap pujian tahmid menjadikan diri kita semakin merasa malu, karena segala pujian benar – benar hanya Allah yang berhak, sudahkah setiap “Alhamdulillah” terucap menjadi hati semakin tawadhu? Sudahkah hamdallah membuat kita semakin merendah dihadapan manusia, karena itu akan membuat kita meninggi dihadapan Allah.
Sudahkah setiap takbir, setiap lisan itu berucap “Allahu Akbar” maka hati ini merasa tenang karena semua himpitan di hati pasti selesai karena Allah Maha Akbar, karena kita percaya karena Akbar-Nya-lah semua pasti selesai dan berakhir dengan indah! Bukankah rasanya Allah menitipkan surga-Nya di dunia untuk hamba yang benar benar mengenal-Nya, Ma’rifatullah, sungguh beruntung orang yang mengenal Allah, karena tiap ujian menjadikan dirinya sabar, dan karena ia sangat sadar kesabaran itu mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq, sungguh beruntung orang yang mengenal Allah karena setiap beramal, keikhlasan senantiasa mengiringi hingga hati ini terasa lapang setiap beramal karena tidak ada tendensi selain mengharap ridha-Nya, bebas dari keterikatan duniawi. Maka sekarang kembali ke pertanyaan muhasabah, sudahkan ramadhan kali ini lebih mendekatkan diri kita kepada Allah walau hanya sejengkal?

Rabb bukalah pintu di hati
Dari pintu – pintu yang kukunci mati
Masukkan cahaya-Mu kedalamnya
Jangan Engkau biarkan padam dari nyalanya
Agar aku bisa berjalan di gelapnya malam
Agar aku tak tersesat di silaunya siang


Semangat adalah api yang meledak – ledak, maka kesabaran adalah muara dimana semangat – semangat itu berkumpul, dan kesabaran adalah kekuatan yang menjaganya untuk senantiasa menyala, biarkan api memercik menjadi semangat, kemudian kesabaran meneguhkannya menjadi tekad, dan ijin-Nya-lah yang memastikan tekad itu berwujud menjadi amal yang lurus. Kemudian ingatlah kalau api semangat itu pasti bisa padam, namun keikhlasan adalah kuda bersayap yang siap mengantarkan sang penunggang kemanapun tanpa merasa lelah, dan kesabaran adalah perisai yang tak akan pernah hancur menghadapi tajamnya senjata lawan, maka prasangka baik kepada Allah dan doa adalah pedang yang siap mengayun menghadapi musuh di padang pertempuran. Dan tunggulah, karena menunggu adalah seni, maka hanya waktu akan menjadi “jawaban dari Allah atas segala bentuk ikhtiar” yaitu kesyahidan atau pulang bersama kehormatan membawa kemenangan.
Wallahua’lam

No comments: