Friday, September 28, 2007

KARENA DIA MANUSIA BIASA

"KARENA DIA MANUSIA BIASA "

Mengapa?? Karena Dia Manusia Biasa

Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu
mengajukan pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih
dia sebagai suamimu/istrimu? Jawabannya sangat
beragam. Dari mulai jawaban karena Allah hingga
jawaban duniawi (cakep atau tajir :D manusiawi lah
:P). Tapi ada satu jawaban yang sangat berkesan di
hati saya. Hingga detik ini saya masih ingat setiap
detail percakapannya. Jawaban salah seorang teman yang
baru saja menikah. Proses menuju pernikahannya sungguh
ajaib. Mereka hanya
berkenalan 2 bulan. Lalu memutuskan menikah. Persiapan
pernikahan hanya dilakukan dalam waktu sebulan saja.
Kalau dia seorang akhwat, saya tidak
akan heran. Proses pernikahan seperti ini sudah lazim.
Dia bukanlah akhwat, sama seperti saya. Satu hal yang
pasti, dia tipe wanita yang sangat berhati-hati dalam
memilih suami. Trauma dikhianati lelaki
membuat dirinya sulit untuk membuka diri. Ketika dia
memberitahu akan menikah, saya tidak menanggapi dengan
serius. Mereka berdua baru kenal sebulan. Tapi saya
berdoa, semoga ucapannya menjadi kenyataan. Saya
tidak ingin melihatnya menangis lagi.

Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan
tanggal pernikahannya. Serta memohon saya untuk cuti,
agar bisa menemaninya selama proses pernikahan. Begitu
banyak pertanyaan dikepala saya. Asli.
Saya pengin tau, kenapa dia begitu mudahnya menerima
lelaki itu. Ada apakan gerangan? Tentu suatu hal yang
istimewa. Hingga dia bisa memutuskan menikah secepat
ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali waktu itu
(sok sibuk sih aslinya). Saya tidak bisa membantunya
mempersiapkan pernikahan. Beberapa kali dia telfon
saya untuk meminta pendapat tentang beberapa hal.
Beberapa kali saya telfon dia untuk menanyakan
perkembangan persiapan pernikahannya. That's all. Kita
tenggelam dalam kesibukan masing-masing.

Saya menggambil cuti sejak H-2 pernikahannya. Selama
cuti itu saya memutuskan untuk menginap dirumahnya.
Jam 11 malam, H-1 kita baru bisa ngobrol -hanya-
berdua. Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok pagi,
sungguh membelenggu kita. Padahal rencananya kita
ingin ngobrol tentang banyak hal. Akhirnya, bisa juga
kita ngobrol berdua. Ada banyak hal yang ingin saya
tanyakan. Dia juga ingin bercerita banyak pada saya.
Beberapa kali Mamanya mengetok pintu, meminta kita
tidur.

"Aku gak bisa tidur." Dia memandang saya dengan wajah
memelas. Saya paham kondisinya saat ini.

"Lampunya dimatiin aja, biar dikira kita dah tidur."

"Iya.. ya." Dia mematikan lampu neon kamar dan
menggantinya dengan lampu kamar yang temaram. Kita
melanjutkan ngobrol sambil berbisik-bisik.
Suatu hal yang sudah lama sekali tidak kita lakukan.
Kita berbicara banyak hal, tentang masa lalu dan
impian-impian kita. Wajah sumringahnya terlihat jelas
dalam keremangan kamar. Memunculkan aura cinta yang
menerangi kamar saat itu. Hingga akhirnya terlontar
juga sebuah pertanyaan yang selama ini saya pendam.

"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu
bangkit dari tidurnya sambil meraih HP dibawah
bantalku. Berlahan dia membuka laci meja riasnya.
Dengan bantuan nyala LCD HP dia mengais lembaran
kertas didalamnya. Perlahan dia menutup laci kembali
lalu menyerahkan selembar amplop pada saya. Saya
menerima HP dari tangannya. Amplop putih panjang
dengan kop surat perusahaan tempat calon suaminya
bekerja. Apaan sih. Saya memandangnya tak mengerti.
Eeh, dianya malah ngikik geli.

"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas
polos ukuran A4,saya menebak warnanya pasti putih
hehehe. Saya membaca satu kalimat diatas dideretan
paling atas. "Busyet dah nih orang." Saya
menggeleng-gelengka n kepala sambil menahan senyum.
Sementara dia cuma ngikik melihat ekspresi saya. Saya
memulai
membacanya. Dan sampai saat inipun saya masih hapal
dengan kata-katanya. Begini isi surat itu.

Kepada YTH

Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak
Ibu saya dan calon kakak buat adik-adik saya
Di tempat

Assalamu'alaikum Wr Wb

Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon
bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian silahkan
dibuang atau dibakar, tapi saya mohon, bacalah dulu
sampai selesai.

Saya, yang bernama ...... menginginkan anda ......
untuk menjadi istri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya
hanya manusia biasa. Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap
punya pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan berusaha
punya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan istri dan anak-anakku kelak. Saya memang
masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu apakah nanti
akan ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu
berusaha agar istri dan anak-anak saya tidak kepanasan
dan tidak kehujanan. Saya hanyalah manusia biasa, yang
punya banyak kelemahan dan beberapa kelebihan. Saya
menginginkan anda untuk
mendampingi saya. Untuk menutupi kelemahan saya dan
mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya manusia
biasa. Cinta saya juga biasa saja. Oleh karena itu.
Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak
tahu apakah kita nanti dapat bersama-sama sampai mati.
Karena saya tidak tahu suratan
jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat
tenaga menjadi suami dan ayah yang baik. Kenapa saya
memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa
saya memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh
berkali-kali, dan saya semakin mantap memilih anda.
Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan
yang pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama
saya, juga sunnah Rasulullah. Saya tidak berani
menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat
mungkin menjadi lebih baik dari saat ini.

Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi
jawaban pada saya. Saya kasih waktu minimal 1 minggu,
maksimal 1 bulan. Semoga Allah ridho dengan jalan yang
kita tempuh ini. Amin

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya
membacanya. Baru kali ini saya membaca surat 'lamaran'
yang begitu indah. Sederhana, jujur dan realistis.
Tanpa janji-janji gombal dan kata yang berbunga-bunga.
Surat cinta minimalis, saya menyebutnya :D. Saya
menatap sahabat disamping saya. Dia menatap saya
dengan senyum tertahan.

"Kenapa kamu memilih dia."

"Karena dia manusia biasa." Dia menjawab mantap. "Dia
sadar bahwa dia manusia biasa. Dia masih punya Allah
yang mengatur hidupnya. Yang aku tahu dia akan selalu
berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa.
Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada
kita dikemudian hari. Entah kenapa, Itu justru
memberikan kenyamanan tersendiri buat aku."

"Maksudnya?"

"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum
tentu besok masih ada. Iya kan? Paling gak. Aku tau
bahwa dia gak bakal frustasi kalau suatu saat nanti
kita jadi gembel. Hahaha."

"Ssttt." Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau
kalau kita belum tidur. Terdiam kita memasang telinga.
Sunyi. Suara jengkering terdengar nyaring diluar
tembok. Kita saling berpandangan lalu cekikikan sambil
menutup mulut masing-masing. "Udah tidur. Besok kamu
kucel, ntar aku yang dimarahin Mama." Kita kembali
rebahan. Tapi mata ini tidak bisa terpejam. Percakapan
kita tadi masih terngiang terus ditelinga saya.

"Gik..."

"Tidur. Dah malam." Saya menjawab tanpa menoleh
padanya. Saya ingin dia tidur, agar dia terlihat
cantik besok pagi. Kantuk saya hilang sudah,
kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.

Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.
Ketika manusia sadar dengan kemanusiannya. Sadar bahwa
ada hal lain yang mengatur segala kehidupannya.
Begitupun dengan sebuah pernikahan. Suratan jodoh
sudah tergores sejak ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak
ada seorang pun yang tahu bagaimana dan berapa lama
pernikahnnya kelak. Lalu menjadikan proses menuju
pernikahan bukanlah sebagai beban tapi sebuah 'proses
usaha'.

Betapa indah bila proses menuju pernikahan mengabaikan
harta, tahta dan 'nama'. Embel-embel predikat diri
yang selama ini melekat ditanggalkan.
Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah
dijadikan pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya
dilandasi karena Allah semata. Diniatkan untuk ibadah.
Menyerahkan secara total pada Allah yang membuat
skenarionya. Maka semua menjadi indah. Hanya Allah
yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA.
Hanya Allah yang mampu memudahkan segala urusan. Hanya
Allah yang mampu menyegerakan sebuah pernikahan. Kita
hanya bisa memohon keridhoan Allah.
Meminta-NYA mengucurkan barokah dalam sebuah
pernikahan. Hanya Allah jua yang akan menjaga
ketenangan dan kemantapan untuk menikah. Lalu,
bagaimana dengan cinta? Ibu saya pernah bilang, Cinta
itu proses. Proses dari ada, menjadi hadir, lalu
tumbuh, kemudian merawatnya. Agar cinta itu bisa
bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam
pernikahan yang suci. Witing tresno jalaran
garwo(sigaraning nyowo), kalau diterjemahkan secara
bebas. Cinta tumbuh karena suami/istri (belahan jiwa).
Cinta paling halal dan suci. Cinta dua manusia biasa,
yang berusaha menggabungkannya agar menjadi cinta yang
luar biasa. Amin.

Salam

No comments: