Friday, July 20, 2007

Air Mata Rasulullah

Suatu ketika, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Readmore »»

Thursday, July 19, 2007

Al Barra' bin Malik radhiallahu 'anhu - "ALLAH DAN SURGA...!"

Al Barra' bin Malik radhiallahu 'anhu
"ALLAH DAN SURGA...!"

Dia adalah salah Seorang di antara dua hersaudara yang hidup mengabdikan diri kepada Allah, dan telah mengikat janji dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang tumbuh dan berkembang bersama masa.
Yang pertama bernama Anas bin Malik khadam Rasulullah shallallahu alaihi wasalam Ibunya yang bernama Ummu Sulaim membawanya kepada Rasul, sedang umurnya pada waktu itu baru sepuluh tahun, seraya katanya: "Ya Rasulallah ... ! Ini Anas, pelayan anda yang akan melayani anda, doa'akanlah ia kepada Allah!"
Rasulullah mencium anak itu antara kedua matanya lalu mendo'akannya, do'a mana tetap membimbing usianya yang panjang ke arah kebaikan dan keberkahan... . Rasul telah mendo'akannya dengan kata-kata berikut: --'•Ya Allah banyakkanlah harta dan anaknya, berkatilah ia dan masukkanlah ia ke surga….!"
Ia hidup, sampai usia 99 tahun dan diberi-Nya anak dan cucu yang banyak begitu pula Allah memberinya rizqi, berupa kebun yang luas dan subur, yang dapat menghalalkan panen buah-buahan dua kali dalam setahun….!
Yang kedua dari dua bersaudara itu ialah Barra' bin Malik…..Ia termasuk golongan terkemuka dan terhormat, menjalani kehidupannya dengan bersemboyan Allah dan surga ... ': Dan barang siapa melihatnya ia sedang berperang mempertahankan Agama Allah, niscaya akan melihat hal ajaib di balik ajaib... !
Ketika ia berhadapan pedang dengan orang-orang musyrik, Barra' bukanlah orang yang hanya mencari kemenangan, sekalipun kemenangan termasuk tujuan ...,tetapi tujuan akhirnya ialah mencari syahid....Seluruh cita-citanya mati syahid, menemui ajalnya di salah suatu gelanggang pertempuran dalam mempertahankan haq dan melenyapkan bathil.....

Dia tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan baik bersama Rasul ataupun tidak .... Pada suatu hari teman-temannya datang mengunjunginya, ia sedang sakit, dibawanya air muka mereka lalu katanya: - "Mungkin kalian takut aku mari di atas tempat tidurku. Tidak, demi Allah, Tuhan tidak akan menghalangiku mati syahid ... !"
Allah benar-benar telah meluluskan harapannya, ia tidak mati di atas tempat tidurnya, tetapi ia gugur menemui syahid dalam salah satu pertempuran yang terdahsyat……!
Kepahlawanan Barra' di medan perang Yamamah wajar dan cocok dengan watak serta tabiatnya. Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai Umar mewasiatkan agar ia jangan jadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan dan ketetapan hatinya menghadang maut...Semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan... !
Barra' berdiri di medan perang Yamamah, ketika bala tentara Islam yang berada di bawah komando Khalid, bersiap-siap untuk menyerbu. Ia berdiri dan merasakan detik-detik itu, yakni saat sebelum panglimanya memerintahkan maju, amat lama sekali, bertahun-tahun layaknya ... . Kedua matanya yang tajam bergerak-gerak dengan cepatnya menyelusuri seluruh medan tempur, seolah-olah sedang mencari-cari tempat bersemayam yang sebaik-baiknya untuk seorang pahlawan .. . . Memang tak ada yang menyibukkannya di antara segala urusan dunia, kecuali tujuan Yang satu ini!

Dimulai dengan berjatuhannya korban di pihak kaum musyrikin penyeru kedhaliman dan kebathilan akibat ketajaman dan tebasan pedangnya al-Barra' yang ampuh .... Kemudian di akhir pertempuran, suatu pukulan pedang mengenai tubuhnya dari tangan seorang musyrik, menyebabkan tubuh kasarnya jatuh ke tanah, sementara tubuh halusnya menempuh jalannya membubung ke tingkat yang tertinggi ke mahligai para syuhada tempat kembalinya orang-orang yang beroleh berkah... !
Itulah khayalannya ketika ia menunggu kamando.
Khalid mengumandangkan takbir "Allahu Akbar", maka majulah seluruh barisan yang bersatu-padu menuju sasarannya, dan maju pula peng'asyik maut Barra' bin Malik.: ..
Ia terus mengejar anak buah dan pengikut si pembohong Musailamah dengan pedangnya, hingga mereka berjatuhan laksana daun kering di musim,rontok.... Tentara Musailamah bukanlah tentara yang lemah dan sedikit jumlahnya... bahkan ia adalah tentara murtad yang paling berbahaya....
Baik bilangan maupun perlawanan rerta perjuangan mati-matian prajuritnya, merupakan bahaya di atas semua bahaya.... !

Mereka menjawab serangan Kaum Muslimin dengan perlawanan yang mencapai puncak kekerasannya sehingga hampir-hampir mereka mengambil alih kendali pertempuran dan merubah perlawanan mereka menjadi serangan balasan ....Waktu itulah kegelisahan terssa merembes ke dalam barisan Kaum Muslimin. Melihat situasi ini, para komandan dan pimpinan pasukan sambil terus bertempur berdiri di atas pelana, berseru dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat dan meneguhkan hati.
Barra' bin Malik mempunyai suara indah dan keras.... Ia dipanggil oleh panglima Khalid, dimintanya untuk buka suara…….Maka Barra pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat dan kepahlawanan, beralasan dan kuat....Wahai penduduk Madinah ... ! Tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan surga... !"
Ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, dan menjelaskan watak akhlaqnya. Benarlah ... yang tinggal hanyalah Allah dan surga! Karena di dalam suasana dan tempat seperti ini, tidaklah wajar ada fikiran-fikiran kepada yang lain walau kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga, isteri dan anak-anak mereka! Sekarang tidak patut mereka berfikir ke sana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan, maka tak ada artinya kota Madinah lagi... !
Kata-kata Barra' ini meresap laksana ...laksana apakah?
Setiap tamsil apapun tidaklah tepat, karena tidak sepadan dengan hasil yang ditimbulkannya. Maka baiklah kita katakan saja, kata-kata Barra' ini telah meresap dan itu sudah cukup ... ! Dan dalam waktu yang tidak lama, suasana pertempuran pun kembali kepada keadaannya semula ....

Kaum Muslimin beroleh kemajuan sebagai pendahuluan bagi suatu kemenangan yang gemilang. Dan orang-orang musyrikin tersungkur ke jurang kekalahan yang amat pahit .... Pada saat itu Barra' bersama kawan-kawannya berjalan dengan bendera Muhammad shallallahu alaihi wasalam hendak mencapai tujuan yang utama ….
Orang-orang musyrik mundur dan melarikan diri ke belakang. Mereka berkumpul dan berlindung di suatu perkebunan besar yang mereka ambil sebagai benteng pertahanan.
Pertempuran menjadi reda, dan semangat Muslimin agak surut. Jika begini naga-naganya, dengan siasat yang dipakai anak buah serta tentara Musailamah bertahan di perkebunan itu, mungkin suasana peperangan akan berbalik dan berubah arah lagi.
Maka di saat yang genting itu, Barra' naik ke suatu tempat yang ketinggian, lalu berseru: 'Wahai Kaum Muslimin, bawalah aku dan lemparkan ke tengah-tengah mereka ke dalam kebun itu...!"
Bukankah sudah kukatakan kepada anda sekalian, bahwa ia tidak mencari menang tetapi mencari syahid ... ? Ia benar-benar telah membayangkan bahwa langkah ini adalah penutup yang terbaik bagi kehidupannya, dan bentuk yang terindah untuk kematiannya...! Sewaktu ia dilemparkan ke dalam kebun itu nanti, maka ia segera membukakan pintu bagi Kaum Muslimin, dan bersamaan itu pedang-pedang orang musyrikin akan melukai dan meogoyak-ngoyak tubuhnya, tetapi di waktu itu pula pintu-pintu surga akan terbuka lebar memperlihatkan kemewahan dan keni'matannya untuk menyambut mempelai baru dan mulia……!
Barra' rupanya tidak menunggu ia digotong dan dilemparkan, malah ia sendiri yang memanjat dinding dan melemparkan dirinya ke dalam kebun dan langsung membuka pintu yang terus diserbu oleh tentara Islam ....Akan tetapi mimpi Barra' belum lagi terlaksana, tak ada rupanya pedang-pedang musyrikin yang sampai mencabut nyawanya, hingga tidak pula ia menemukan kematian yang selama ini didambakan……Benarlah apa yang dikatakan oleh Abu Bakar radhiallahu anhu :
"Songsong dan carilah kematian, pasti akan mendapatkan kehidupan... !"
Memang tubuh pahlawan itu mendapat lebih dari delapan puluh tusukan dari pedang-pedang musyrikin menyebabkannya menderita luka lebih dari delapan puluh lubang, sehingga sebulan sesudah perang berlalu masih juga dideritanya, dan Khalid sendiri ikut merawatnya di waktu itu. Tetapi semua yang menimpa dirinya ini belum lagi dapat mengantarkannya kepada apa yang dicita-citakannya …….
Namun yang demikian itu tidak menyebabkan Barra' berputus asa…….
Kafir dan musyrik masih menyerang ....
Melintang menghalangi Agama Allah berkembang
Seruan jihad tetap berkumandang……Jalan ke surga masih terbentang…

Dahulu Rasulullah meramalkan bahwa permintaan dan do'anya akan dikabulkan Allah. Tinggal baginya tetap berdo'a ... memohon dikaruniai mati syahid, dan ia tak perlu buru-buru, karena setiap ajal sudah ada ketentuannya.
Sekarang Barra' telah sembuh dari luka-luka perang Yamamah .... Dan kini ia maju lagi bersama pasukan tentara islam yang pergi hendak menghalau semua kekuatan kedhaliman ke jurang kehancurannya, yakni nun di sana...di mana masih berdiri dua kerajaan raksasa dan aniaya, yaitu Romawi dan Persi, yang dengan tentaranya yang ganas menduduki negeri-negeri Allah, memperbudak hamba-hambaNya dan mengintip kelengahan ummat Islam....
Barra' memukulkan pedangnya dan di setiap tempat bekas pukulan itu berdiri dinding yang kukuh dalam membina alam baru yang akan tumbuh di bawah bendera islam dengan cepat tak ubahnya bagai timbulnya mata hari menjelang siang....
Dalam salah satu peperangan di Irak, orang-orang Persi mempergunakan setiap cara yang rendah dan biadab yang dapat mereka lakukan sebagai perlindungan. Mereka menggunakan penggaet-penggaet yang diikatkan ke ujung rantai yang dipanaskan dengan api, mereka lempar dari dalam benteng mereka, hingga dapat menyambar Kaum Muslimin dan menggaetnya secara tiba-tiba sedang korban tidak dapat melepaskan dirinya.

Adapun Barra' dan abangnya Anas bin Malik mendapat tugas bersama sekelompok Muslimin untuk merebut salah satu benteng-benteng itu. Tetapi tiba-tiba salah satu penggaet ini jatuh dan menyangkut ke tubuh Anas, sedang ia tidak sanggup memegang rantai untuk melepaskan dirinya, karena masih panas dan bernyala .... Barra' menyaksikan peristiwa yang seram ini .... Dengan cepat ia menuju saudaranya yang sedang ditarik ke atas alat penggaet dengan talinya yang panas menuju lantai dinding benteng ....Dengan keberanian yang luar biasa dipegangnya rantai itu dengan kedua tangannya, lalu direnggut dan disentakkannya sekuat-kuatnya, hingga akhirnya ia dapat melepaskan diri dari rantai itu, dan selamatlah Anas dari bahaya.
Bersama orang-orang sekelilingnya dilihatnya kedua telapak itu tidak ada lagi di tempatnya ... ! Dagingnya rupa-rupanya telah meleleh karena terbakar dan yang tinggal hanyalah kerangkanya yang memerah coklat dan terbakai hangus... !
Sang pahlawan kembali menghabiskan waktu yang cukup lama pula untuk memulihkan luka bakarya sampai sembuh betul... !
Apakah belum juga datang masanya bagi si pencinta maut itu untuk mencapai maksudnya? Sudah, sekarang sudah datang masanya ... ! Inilah dia pertempuran Tutsur akan datang, dan di sinilah balatentara Islam akan berhadapan dengan balatentara Persi, dan di sinilah pula Barra' dapat merayakan pestanya yang terbesar ....
Penduduk Ahwaz dan Persi telah berhimpun dalam suatu pasukan tentara yang amat besar hendak menyerang Kaum Muslimin .... Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab menulis surat kepada Sa'ad bin Abi Waqqash di Kufah agar mengirimkan pasukan tentara ke Ahwaz ... dan menulis surat pula kepada Abu Musa al Asy'ari di Basrah agar mengirimkan juga pasukan ke Ahwaz, sambil berpesan dalam surat itu: "Angkatlah sebagai komandan pasukan Suhail bin 'Adi dan hendaklah ia dampingi oleh Barra' bin Malik... !"
Dan bertemulah pasukan yang datang dari Kufah dengan yang datang dari Basrah untuk menghadapi tentara Persi di suatu pertempuran yang seru dan seram. Di kalangan tentara Islam terdapat dua orang bersaudara utama yaitu Anas bin Malik dan Barra' bin Malik ....Pertempuran dimulai dengan perang tanding satu ]awan satu; Barra' sendiri menjatuhkan sampai seratus penantang dari Persi .... Kemudian berkecamuklah perang yang baur di antara kedua pasukan dan dari kedua belah pihak berjatuhan korhan yang tak sedikit.
Sebagian shahabat mendekati Barra' sementara perang sedang berlangsung itu; mereka menghimbaunya sambil berkata:
"Masih ingatkah engkau, hai Barra' akan sabda Rasul tentang dirimu: Berapa banyak orang yang berambut kusut masai dan berdebu dan punya hanya dua pakaian lapuk hingga tidak diperhatikan orang sama sekali, padahal seandainya ia memohon kutukan kepada Allah bagi mereka, pastilah akan diluluskannya ... ! Dan di antara orang-orang itu ialah Barra' bin Malik... !
Wahai Barra' bersumpahlah kamu kepada Tuhanmu, agar Ia mengalahkan musuh dan menolong kita... !"
Make Barra' mengangkat kedua tangannya ke arah langit dengan berendah diri lalu berdo'a: -- "Ya Allah, kalahkan mereka….dan tolonglah kami atas mereka ...,dan pertemukanlah daku hari ini dengan Nabi-Mu . !"
Dilayangkannya pandangannya yang lama kepada saudaranya Anas yang berperang berdampingan dengannya, seakan-akan hendak mengucapkan selamat tinggal ....Dan menyerbulah Kaum Muslimin dengan keheranian yang tak takut mati, suatu keberanian yang tak dikenal dunia kecuali dari mereka....Dan mereka pun beroleh kemenangan, suatu kemenangan yang nyata…!
Di tengah-tengah para syuhada yang jadi qurban pertempuran, terdapatlah Barra' dengan wajahnya menampilkan senyuman, senyum manis saperti cahaya fajar. Tangan kanannya sedang menggenggam segumpal tanah berlumuran darah, yaitu darahnya yang suci .... Dan pedangnya masih tergeletak di sampingnya .... kuat tak terpatahkan, rata tanpa goresan ....
Musafir:itu telah sampai ke kampungnya.... Bersama-sama temannya yang syahid ia telah mencapai perjalanan hidup yang agung lagi mulia, dan mereka menerima panggilan dari Ilahi :
"Itulah surga yang Kami wariskan untuk kalian, sebagai balasan atas amal perbuatan kalian... !" (Q.S. Al-Araf: 43)
---------

Readmore »»

Cinta Abu Bakar untuk Al-Musthafa

Cinta Abu Bakar untuk Al-Musthafa
Publikasi: 06/08/2004 08:28 WIB

Ketika Rasulullah berada di hadapan,
Ku pandangi pesonanya dari kaki hingga ujung kepala Tahukah kalian apa yang terjelma?
Cinta!
(Abu Bakar Shiddiq r.a)

Gua Tsur.
Wajah Abu Bakar pucat pasi. Langkah kaki para pemuda Quraisy tidak lagi terdengar samar. Tak terasa tubuhnya bergetar hebat, betapa tidak, dari celah gua ia mampu melihat para pemburu itu berada di atas kepalanya. Setengah berbisik berkatalah Abu Bakar.

Wahai Rasul Allah, jika mereka melihat ke kaki-kaki mereka, sesungguhnya mereka pasti melihat kita berdua. Rasulullah memandang Abu Bakar penuh makna.
Ditepuknya punggung sahabat dekatnya ini pelan sambil berujar Janganlah engkau kira, kita hanya berdua.
Sesungguhnya kita bertiga, dan yang ketiga adalah Dia, yang menggenggam kekuasaan maha, Allah.

Sejenak ketenangan menyapa Abu Bakar. Sama sekali ia tidak mengkhawatirkan keselamatannya. Kematian baginya bukan apa-apa, ia hanya lelaki biasa. Sedang, untuk lelaki tampan yang kini dekat di sampingnya, keselamatan di atas mati dan hidupnya. Bagaimana semesta jadinya tanpa penerang. Bagaimana Madinah jika harus kehilangan purnama. Bagaimana dunia tanpa benderang penyampai wahyu. Sungguh, ia tak gentar dengan tajam mata pedang para pemuda Quraisy, yang akan merobek lambung serta menumpahkan darahnya.
Sungguh, ia tidak khawatir runcing anak panah yang akan menghunjam setiap jengkal tubuhnya. Ia hanya takut, Muhammad, ya Muhammad.. mereka membunuh Muhammad.

***

Berdua mereka berhadapan, dan mereka sepakat untuk bergantian berjaga. Dan keakraban mempesona itu bukan sebuah kebohongan. Abu Bakar memandang wajah syahdu di depannya dalam hening. Setiap guratan di wajah indah itu ia perhatikan seksama. Aduhai betapa ia mencintai putra Abdullah. Kelelahan yang mendera setelah berperjalanan jauh, seketika seperti ditelan kegelapan gua. Wajah di depannya yang saat itu berada nyata, meleburkan penat yang ia rasa. Hanya ada satu nama yang berdebur dalam dadanya. Cinta.

Sejeda kemudian, Muhammad melabuhkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar. Dan seperti anak kecil, Abu Bakar berenang dalam samudera kegembiraan yang sempurna. Tak ada yang dapat memesonakannya selama hidup kecuali saat kepala Nabi yang ummi berbantalkan kedua pahanya.
Mata Rasulullah terpejam. Dengan hati-hati, seperti seorang ibu, telapak tangan Abu Bakar, mengusap peluh di kening Rasulullah. Masih dalam senyap, Abu Bakar terus terpesona dengan sosok cinta yang tengah beristirahat diam di pangkuannya. Sebuah asa mengalun dalam hatinya Allah, betapa ingin hamba menikmati ini selamanya.

Nafas harum itu terhembus satu-satu, menyapa wajah Abu Bakar yang sangat dekat. Abu Bakar tersenyum, sepenuh kalbu ia menatapnya lagi. Tak jenuh, tak bosan. Dan seketika wajahnya muram. Ia teringat perlakuan orang-orang Quraisy yang memburu Purnama Madinah seperti memburu hewan buruan. Bagaimana mungkin mereka begitu keji mengganggu cucu Abdul Muthalib, yang begitu santun dan amanah. Mendung di wajah Abu bakar belum juga surut. Sebuah kuntum azzam memekar di kedalaman hatinya, begitu semerbak. Selama hayat berada dalam raga, aku Abu Bakar, akan selalu berada di sampingmu, untuk membelamu dan tak akan membiarkan sesiapapun menganggumu.

Sunyi tetap terasa. Gua itu begitu dingin dan remang-remang. Abu Bakar menyandarkan punggung di dinding gua. Rasulullah, masih saja mengalun dalam istirahatnya. Dan tiba-tiba saja, seekor ular mendesis-desis perlahan mendatangi kaki Abu Bakar yang terlentang. Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur nyaman Rasulullah. Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih itu.

Abu Bakar meringis, ketika ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun. Dan ular itu pergi setelah beberapa lama. Dalam hening, sekujur tubuhnya terasa panas. Bisa ular segera menjalar cepat. Abu Bakar menangis diam-diam. Rasa sakit itu tak dapat ditahan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah yang tengah berbaring. Abu Bakar menghentikan tangisannya, kekhawatirannya terbukti, Rasulullah terjaga dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.

Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini suara Rasulullah memenuhi udara Gua.

Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas mengikutimu kemana pun potong Abu Bakar masih dalam kesakitan.

Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?

Seekor ular, baru saja menggigit saya, wahai putra Abdullah, dan bisanya menjalar begitu cepat

Rasulullah menatap Abu Bakar penuh keheranan, tak seberapa lama bibir manisnya bergerak Mengapa engkau tidak menghindarinya?

Saya khawatir membangunkan engkau dari lelap jawab Abu Bakar sendu. Sebenarnya ia kini menyesal karena tidak dapat menahan air matanya hingga mengenai pipi Rasulullah dan membuatnya terjaga.

Saat itu air mata bukan milik Abu Bakar saja.
Selanjutnya mata Al-Musthafa berkabut dan bening air mata tergenang di pelupuknya. Betapa indah sebuah ukhuwah.

Sungguh bahagia, aku memiliki seorang seperti mu wahai putra Abu Quhafah. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi balasan. Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Al-Musthafa meraih pergelangan kaki yang digigit ular. Dengan mengagungkan nama Allah pencipta semesta, Nabi mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah, seketika rasa sakit itu tak lagi ada. Abu Bakar segera menarik kakinya karena malu. Nabi masih memandangnya sayang.

Bagaimana mungkin, mereka para kafir tega menyakiti manusia indah seperti mu. Bagaimana mungkin? nyaring hati Abu Bakar kemudian.

Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng kuat-kuat ketika Rasulullah menawarkan pangkuannya. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.

***

Kita pasti tahu siapa Abu Bakar. Ia adalah lelaki pertama yang memeluk Islam dan juga salah satu sahabat terdekat Rasulullah. Dari lembar sejarah, kita kenang cinta Abu Bakar kepada Al-Musthafa menyemesta. Kisah tadi terjadi pada saat ia menemani Rasulullah berhijrah menuju Madinah dan harus menginap di Gua Tsur selama tiga malam. Menemani Nabi untuk berhijrah adalah perjalanan penuh rintang. Ia sungguh tahu akibat yang akan digenggamnya jika misi ini gagal.
Namun karena cinta yang berkelindan di kedalaman hatinya begitu besar, Abu Bakar dengan sepenuh jiwa, raga dan harta, menemani sang Nabi pergi.

Dia terkenal karena teguh pendirian, berhati lembut, mempunyai iman yang kokoh dan bijaksana. Kekokohan imannya terlihat ketika Madinah kelabu karena satu kabar, Nabi yang Ummi telah kembali kepada Yang Maha Tinggi. Banyak manusia terlunta dan larut dalam lara yang sempurna. Bahkan Umar murka dan tidak mempercayai kenyataan yang ada. Saat itu Abu Bakar tampil mengingatkan seluruh sahabat dan menggaungkan satu khutbah yang mahsyur Ketahuilah, siapa yang menyembah Muhammad, maka ia telah meninggal dunia. Dan sesiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah tidak mati.

Kepergian sang tercinta, tidak menyurutkan keimanan dalam dadanya. Ketiadaan Rasulullah, jua tak memadamkan gebyar semangat untuk terus menegakkan pilar-pilar Islam yang telah dipancangkan. Pada saat menjabat khalifah pertama, ia dengan gigih memerangi mereka yang enggan berzakat. Tidak sampai di situ munculnya beberapa orang yang mengaku sebagi nabi, sang khalifah juga berlaku sama yaitu mengirimkan pasukan untuk mengajak mereka kembali kepada kebenaran. Sesungguhnya pribadi Abu Bakar adalah lemah lembut, namun ketika kemungkaran berada dihadapannya, ia berlaku sangat tegas dalam memberantasnya.

Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, pada saat perang atas bangsa Romawi di Yarmuk berkecamuk dengan kemenangan di tangan Muslim. Sebelum wafat, ia menetapkan Umar sebagai penggantinya. Jenazahnya dikebumikan di sebelah manusia yang paling dicintainya, yaitu makam Rasulullah. Hidup Abu Bakar berhenti sampai di sana, namun selanjutnya manusia yang menurut Rasulullah menjadi salah seorang yang dijamin masuk surga, terus saja mengharumkan sejarah sampai detik sekarang. Ia mencintai Nabinya melebihi dirinya sendiri. Tidakkah itu mempesona?

* special buat shanti yang feel reborn, cepat sembuh yah.
mahabbah12@yahoo.com

Readmore »»

Yang Malu kepada Allah

Yang Malu kepada Allah
Publikasi: 11/08/2004 08:34 WIB

Allahu Rabbana,
Tak pantas aku menjadi penghuni surga,
Namun tak juga kuat hamba dalam bara neraka, Maka perkenankan jiwa meminta, Ampunan atas khilaf dan nista Sebab hanya Engkau, pengampun yang paling Maha (Abu Nawas)

eramuslim - Adalah seorang perempuan datang menghadap Rasulullah dengan wajah menatap tanah. Masih dalam keadaan tertunduk, perlahan terdengar nafas beratnya keluar satu satu. Sebuah isyarat bahwa ia seperti tengah dihimpit bertubi masalah. Dia masih saja diam.
Tak ada untaian kata-kata. Hening. Rasulullah menunggu. Manusia berparas indah dan mempesona ini seolah tahu, seorang perempuan datang ke hadapannya selalu dengan satu perlu. Dalam beberapa jeda, Rasululah membiarkan perempuan ini dalam diamnya, memberinya kesempatan untuk mempertimbangkan apa yang hendak disampaikan. Dalam kegundahan yang jelas terasa, berkata juga sang perempuan.

Wahai manusia terbaik, dengan apa kubahasakan malu ini pada Allah Yang Maha Kuasa. Haruskah dengan isak yang menyesak? Dengan kata yang menyemesta? Dengan keluhan-keluhan panjang?

Apakah gerangan yang terjadi? Rasulullah bertanya.

Demi engkau yang dijaga dari segala khilaf, ingin kusampaikan bahwa aku telah melakukan sebuah dosa besar. Wahai Rasulullah, betapa malu kumenghadapkan diri kepada Allah. Betapa tersiksa, ketika hamba menengadah mengharapkan benderang Nya. Obati jiwa ini wahai kekasih Nya perempuan ini mengucapkannya dengan gemetar. Kini isakannya perlahan terdengar. Rasulullah mendengarkan keluh perempuan dengan haru yang menyatu.
Betapa perempuan ini malu kepada Allah Yang Maha Pengampun. Betapa perempuan ini tak mampu menengadahkan pinta kepada Allah Yang Maha Asih dan Maha Sayang. Hingga ia sekarang bersimpuh peluh di hadapannya untuk memohon penawarnya. Dari bibir manis Nabi yang Ummi terucap sebuah titah.

Bertaubatlah kepada Allah, wahai perempuan yang melakukan dosa besar!

Hamba teramat ingin melakukannya, tapi bumi telah menjadi saksi semua dosa yang telah diperbuat, dan bukankah kelak bumi akan menjadi saksi di hari kiamat? pedih perempuan ini sambil menangis.

Bumi tidak akan menjadi saksimu tukas Rasul Allah.
Selanjutnya beliau melafalkan QS Ibrahim : 48 Hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain...
Perempuan itu masih saja terlihat sedih. Perkataan Nabi hanya singgah di telinga, tapi tidak di hatinya.
Selanjutnya dengan kelu lidah perempuan ini berujar parau.

Wahai kekasih Nya, Dari atas, langit juga telah menyaksikan dosa hamba, kelak ia akan menjadi saksi pula. Mendengar ini, Rasulullah segera menjawab, berharap bahwa perempuan dihadapannya segera tenang dan tidak gelisah.

Allah akan melipat langit. Bukankah Ia sendiri telah berfirman dalam surat Al-Anbiya 104, Hari ketika Kami menggulung langit bagai menggulung lembaran kitab ...
Perempuan ini tersenyum mendengar tutur penyeru dari manusia paling indah. Betapa ia juga merasakan bahwa Rasulullah tengah meredakan kegundahannya. Namun, senyuman itu surut ketika tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Ia pun berseru.

Duhai Nabi, bukankah para malaikat pencatat segala amalan juga mencantumkan dosa besar itu dalam buku mereka. Bagaimana ini? rintihnya putus asa.

Allah telah berfirman, Sesungguhnya amal baik dapat menghilangkan amalan buruk (QS Hud :114) Nabi melanjutkan Orang yang bertaubat itu seperti orang tak lagi punya dosa. Kali ini perempuan mengangguk-angguk lega, namun tak seberapa lama kepalanya menggeleng keras, ragu itu kembali menderas.

Lalu bagaimana dengan firman Nya yang menyebutkan Hari ketika lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (QS An-Nur 24) tutur perempuan kepada Nabi.
Rasulullah kembali menjawab dengan suara yang fasih.
Untaiannya begitu merdu meyakinkan perempuan yang bertanya.

Allah telah berfirman kepada bumi, juga segenap anggota tubuhnya : Tahan dirimu, jangan tunjukkan kepada orang yang diterima taubatnya, keburukan selama-lamanya. Suasana hening. Udara menghantarkan ketenangan. Perempuan semakin tertunduk. Ada banyak gumpalan perasaan yang tak bernama. Allah Maha Pemurah. Terakhir perempuan ini berujar Benar, wahai Rasulullah, itulah hak orang yang bertaubat. Tetapi gemetar karena malu di hari kiamat, dan rasa malu itu juga adalah dari Allah. Mungkinkah seorang hamba menanggungnya? Padahal engkau pernah bersabda Sesungguhnya orang yang berdosa pada hari kiamat akan menyebut dosa-dosanya lalu malu kepada Allah.
Keringat, dosanya, mengucur karena malu. Air keringat akan mengambang hingga menutup lututnya, ada sebagian yang menutup pusarnya dan ada pula yang hingga menutup kerongkongannya. Tanpa menunggu Rasulullah pun bertutur.

Maka wahai orang yang beriman, kenanglah hari itu, jangan pernah melalaikannya. Bertaubatlah kepada Allah, mendekatlah kepada Nya. Sesungguhnya Allah, Yang Maha Tinggi adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang

Dan seketika perempuan ini menangis, air mata yang tak lagi sama seperti semula. Bening air mata yang tumpah bukan lagi karena gundah. Bening air mata yang terjelma bukan lagi karena lara. Bening itu karena gundahnya reda. Bening itu karena laranya sirna. Ia mematrikan setiap kuntum ucap dari sabda Nabi yang Mulia di kedalaman jiwa. Betapa Allah Maha penerima taubat. Betapa Allah Maha Welas atas semua hamba.
Sepenuh bumi ia sudah melakukan dosa, sebanyak buih di laut ia pernah berbuat khilaf, serta seberserak pasir di pantai ia bernista maka hanya dengan taubat semuanya dapat tertebus. Dan dengan rahmat Nya yang agung, Allah merengkuh hamba yang kembali. Jua, karena cinta Nya yang paripurna, Allah akan segera menghampiri seorang anak manusia yang kembali pada Nya meski dengan tertatih ringkih.

***

Sahabat, dalam setiap detik yang berdetak. Dalam menit yang berhamburan tak kenal ampun. Juga dalam bilangan jam yang menukik tak terhentikan. Diamlah sejenak.
Lihatlah di kedalaman jiwa. Tengok sebentar ujud hatimu. Adakah rupanya bersinar ataukah kau temukan ujud yang legam?. Dan pabila rupa yang kedua yang kau jumpai, maka seperti ucapan perempuan yang bersimpuh peluh di hadapan RasulNya tentang dosa-dosanya, kita juga perlu mengadospsi perkataannya sebagai manifestasi malu Dengan apa kubahasakan malu ini pada Allah Yang Maha Kuasa. Haruskah dengan isak yang menyesak? Dengan kata yang menyemesta? Dengan keluhan-keluhan panjang?

Tapi pernahkah kita malu dengan bebukit dosa yang diperbuat. Pernahkah merasa enggan bertemu Allah, karena malu atas segala salah yang tak akan luput dari pernglihatan Nya?. Malulah dari sekarang. Malulah dengan sebenar-benar malu, dengan sepenuh malu.
Terlalu sering kita berada di sudut yang gelap karena keluar dari orbit benderang Nya. Terlalu mudah kita ingkari nikmat Nya yang agung, hingga kita benar-benar tidak tahu malu. Sekali lagi, Malulah kepada Tuhanmu.

Malu adalah sebagian dari iman, itu adalah sabda Rasulullah. Tapi malu yang seperti apa?. Dari Abdullah Ibn Masud r.a, diriwayatkan bahwa Nabi bersabda Orang yang malu kepada Allah dengan sepenuh malu adalah orang yang menjaga kepalanya dari isinya, menjaga perutnya dari segala rezeki tidak halal, selalu mengingat kematian, meninggalkan kemewahan dunia dan menjadikan perbuatan akhirat sebagai hal yang lebih utama. Sesiapa yang melakukan semua itu, maka ia telah malu kepada Allah dengan sepenuh malu.

Dan, tahukah kalian apa yang Allah berikan sebagai imbalan kepada orang yang malu kepada Nya? Sebuah perlindungan tanpa tanding. Itu janji Nya.

Husnul Rizka Mubarikahmahabbah12@yahoo.com

*Garut, akhir juli. Untuk diri sendiri yang tidak tahu malu.

Readmore »»

Rasulullah SAW dan pengemis buta

Buat renungan bersama

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiapharinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya" .


Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.


Setelah wafatnya Rasulullah SAW praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat te rdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, "Anakku,
adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?".

* Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".
"Apakah Itu?", tanya Abubakar RA. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana ", kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil enghardik, "Siapakah kamu ?".
Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa." "Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku" , ban tah si pengemis buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan
perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian?


Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... "

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.


Nah, wahai saudaraku, bolehkah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW?Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak boleh kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.


Pengemis yang buta itu lagikan mengetahui orang yang biasa mendatanginya selalu, tidakkan sama dari yang biasa.

Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu. ..

Readmore »»

Monday, July 16, 2007

ABU HURAIRAH "Bapak kucing kecil"

Tokoh kita ini biasa berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan salat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia sering mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar. Dalam sejarah ia dikenal paling banyak meriwayatkan hadis. Dialah Bapak Kucing Kecil (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya.

"Aku sudah dengar pergunjingan kalian. Kata kalian, Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadis Nabi. Padahal, para sahabat muhajirin dan anshar sendiri tak ada yang meriwayatkan hadis Nabi sebanyak yang dituturkan Abu Hurairah. Ketahuilah, saudara-saudaraku dari kaum muhajirin disibukkan dengan perniagaan mereka di pasar. Sementara saudara-saudaraku dari anshar disibukkan dengan kegiatan pertanian mereka. Dan aku seorang papa, termasuk golongan kaum miskin shuffah (yang tinggal di pondokan masjid). Aku tinggal dekat Nabi untuk mengisi perutku. Aku hadir (di samping Nabi) ketika mereka tidak ada, dan aku selalu mengingat-ingat ketika mereka melupakan."

Abu Hurairah adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Ia dikenal sebagai salah seorang ahli shuffah, yaitu orang-orang papa yang tinggal di pondokan masjid (pondokan ini juga diperuntukkan buat para musafir yang kemalaman). Begitu dekatnya dengan Nabi, sehingga beliau selalu memanggil Abu Hurairah untuk mengumpulkan ahli shuffah, jika ada makanan yang hendak dibagikan.

Karena kedekatannya itu, Nabi pernah mempercayainya menjaga gudang penyimpan hasil zakat. Suatu malam seseorang mengendap-endap hendak mencuri, tertangkap basah oleh Abu Hurairah. Orang itu sudah hendak dibawa ke Rasulullah. "Ampun tuan, kasihani saya," pencuri itu memelas. "Saya mencuri ini untuk menghidupi keluarga saya yangkelaparan."

Abu Hurairah tersentuh hatinya, maka dilepasnya pencuri itu. "Baik, tapi jangan kamu ulangi perbuatanmu ini." Esoknya hal ini dilaporkan kepada Nabi. Nabi tersenyum. "Lihat saja, nanti malam pasti ia kembali." Benar pula, malam harinya pencuri itu datang lagi. "Nah, sekarang kamu tidak akan kulepas lagi." Sekali lagi, orang itu memelas, hingga Abu Hurairah tersentuh hatinya. Tapi, ketika hal itu dilaporkan kepada Nabi, kembali beliau mengatakan hal yang sama. "Lihat saja, orang itu akan kembali nanti malam." Ternyata pencuri sialan itu benar-benar kembali. "Apa pun yang kamu katakan, jangan harap kamu bisa bebas. Sudah dua kali kulepas, kamu tak kapok-kapok juga." Eh, pencuri itu malah menggurui. "Abu Hurairah, sebelum kamu tidur, bacalah ayat kursi agar setan tidak menyatroni kamu." Merasa mendapat pelajaran berharga, Abu Hurairah terharu. Ah, ternyata orang baik-baik, pikirnya. "Apa yang dikatakan orang itu memang benar," sabda Nabi ketika dilapori pagi harinya. "Tapi orang itu bukan orang baik-baik. Dia adalah setan. Dia katakan itu supaya dia kamu bebaskan."

MENGIKATKAN BATU KE PERUT

Abu Hurairah adalah salah seorang tokoh kaum fakir miskin. Abu Hurairah sering lapar ketimbang kenyang. Ia sosok yang teguh berpegang pada sunah Nabi. Ia kerap menasihati orang agar jangan larut dengan kehidupan dunia dan hawa nafsu. Ia tak membedakan antara kaum kaya dan kaum miskin, petinggi negeri atau rakyat jelata dalam menyampaikan kebenaran. Ia pun selalu bersyukur kepada Allah dalam keadaan susah dan senang.

Orang yang nama lengkapnya Abdur Rahman (versi lain: Abdu Syams) ibn Shakhr Ad-Dausi ini adalah sosok humoris. Banyak anekdot yang berasal darinya. Ia pun suka menghibur anak-anak kecil. Ia pecinta kucing kecil. Ke mana-mana dibawanya binatang ini, sehingga julukan Abu Hurairah (bapak kucing kecil) pun melekat padanya. Dibanding Nabi, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, ia sudah yatim sejak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.

Dia masuk Islam tak lama setelah pindah ke Madinah pada tahun ketujuh hijriah, bersamaan dengan rencana keberangkatan Nabi ke Perang Khaibar. Tapi ibundanya belum mau masuk Islam. Malah sang ibu pernah menghina Nabi. Ini membuatnya sedih. Untuk itu, ia memohon Nabi berdoa agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah kembali menemui ibunya, mengajaknya masuk Islam. Ternyata sang ibu telah berubah, bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat.

BURUH KASAR

Akan halnya kepindahannya ke Madinah adalah untuk mengadu nasib. Di sana ia bekerja serabutan, menjadi buruh kasar bagi siapa pun yang membutuhkan tenaganya. Acap kali dia harus mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar yang amat sangat. Menurut shahibul hikayat, ia pernah kedapatan berbaring di dekat mimbar masjid. Gara-gara perbuatan aneh itu, orang mengiranya agak kurang waras. Mendengar kasak-kusuk di kalangan sahabat ini, Nabi segera menemui Abu Hurairah. Abu Hurairah bilang, ia tidak gila, hanya ia lapar. Nabi pun segera memberinya makanan.

Suatu kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya, dia duduk di pinggir jalan, tempat orang biasanya berlalu lalang. Dilihatnya Abu Bakar melintas. Lalu dia minta dibacakan satu ayat Al-Quran. "Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku pekerjaan," tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakar cuma membacakan ayat, lantas berlalu.

Dilihatnya Umar ibn Khattab. "Tolong ajari aku ayat Al-Quran," kata Abu Hurairah. Kembali ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang sama. Tak lama kemudian Nabi lewat. Nabi tersenyum. "Beliau tahu apa isi hati saya. Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat," tutur Abu Hurairah. "Ya Abu Hurairah!" panggil Nabi. "Labbaik, ya Rasulullah!""Ikutlah aku!" Beliau mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam rumah didapati sebaskom susu. "Dari mana susu ini?" tanya Rasulullah. Beliau diberi tahu bahwa seseorang telah memberikan susu itu. "Ya Abu Hurairah!""Labbaik, Ya Rasulullah!" "Tolong panggilkan ahli shuffah," kata Nabi. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli shuffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondokan masjid.

Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini. Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, "Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat."

Abu Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak. "Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak," katanya. Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.

Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan masyarakat Islam zaman itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan lelaki itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.

Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya. Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain. Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.

MENOLAK JABATAN

Mungkin karena itu, ketika Umar menjadi amirul mukminin, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Bahrain. Tapi pada 23 Hijri Umar memecatnya gara-gara sang gubernur kedapatan menyimpan banyak uang (menurut satu versi, sampai 10.000 dinar). Dalam proses pengusutan, ia mengemukakan upaya pembuktian terbalik, bahwa harta itu diperolehnya dari beternak kuda dan pemberian orang. Khalifah menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu ia diminta menduduki jabatan gubernur lagi, tapi ia menolak. Penolakan itu diiringi lima alasan.

1. aku takut berkata tanpa pengetahuan

2. aku takut memutuskan perkara bertentangan dengan hukum (agama)

3. aku ogah dicambuk

4. aku tak mau harta benda hasil jerih payahku disita

5. dan aku takut nama baikku tercemar, kilahnya. Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.

Tatkala kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.

Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah. Ia menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah. Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernuran Madinah. Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah) ini pula ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H (676-678 M.) dalam usia 78 tahun. Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis.

Readmore »»

Ja'far bin Abu Thalib

Masa Muda
Ia adalah keturunan Abdu Manaf, Abdu Manaf adalah salah seorang dari kakek (moyang) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam. Ia memiliki sepuluh keturunan yang merupakan kerabat dekat Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam. Ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam, sehingga karena kemiripan ini orang yang kurang tajam penglihatannya sering tidak bisa membeda¬kan antara Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam dengan lima orang tersebut.
Mereka yang menyerupai Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam adalah Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muthallib, anak paman Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam dan saudara sesusuannya, Qutsam bin al-Abbas bin Abdul Muthallib, juga anak paman Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam, Sa'ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim, kakeknya Imam Syafi'i, Hasan bin Ali cucu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam, dia adalah orang sangat mirip dengan Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam dari kelima orang lainnya dan yang terakhir adalah Ja'far bin Abu Thalib, saudara kandung Amirul Mu'minin Ali bin Abu Thalib.

Kisah masuk Islam
Ja'far bin Abu Thalib dan istrinya, Asma' binti 'Umais, masuk ke barisan cahaya iman di awal perjalanan dakwah. Mereka ber¬dua masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ash-Shiddiq Rodhiallahu 'anhu sebelum Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam masuk ke rumah Arqam.
Pemuda keturunan Hasyim dan istrinya itu mendapatkan siksaan dari kaum Quraisy sebagaimana orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Mereka berdua sabar atas siksaan itu karena mereka tahu bahwa jalan menuju surga penuh dengan duri dan kesulitan. Akan tetapi, yang membuat pikiran mereka berdua dan saudara-saudara mereka yang seiman berat dan keruh adalah sikap kafir Quraisy yang menghalangi mereka untuk meng¬hidupkan syiar Islam dan merasakan kelezatan beribadah. Mereka selalu mengintai dan mengawasi gerak-gerik mereka di setiap tempat, bahkan mereka sepertinya menghitung embusan napas orang-orang tersebut.

Perjuangan dan pengorbanan & kisah kematian
Ia adalah salah seorang yang menggulirkan estafet dakwah kepada raja negus di singgasana habsyi ( ethiophia ). Raja negus walaupun ia seorang nasrani tapi adalah seorang yang bijaksana. Saat Ja’far mengemukakan alas an kaum muslimin hijrah ke negaranya, ia menyambut dengan baik.
Abdullah bin abi rabiah dan Amr bin ash (sebelum masuk islam) selaku utusan kafir Quraish berusaha untuk menghasut raja negus agar mengusir kaum muslimin dari negaranya. Namun tutur kata yang sopan dan kehalusan budi ja’far dalam menyampaikan Ayat – Ayat Allah menggugurkan segala tuduhan yang disampaikan kepada kaum muslimin. Raja neguspun menjamin keselamatan kaum muslimin dan mengusir utusan kaum kafir Quraish itu dari negaranya.
"Apabila zaid syahid atau terluka, maka panglima kalian adalah ja'far bin abi thalib, Jikalah Allah mentakdirkan ja'far gugur dan terluka , adalah abdullah binrawahah yang kan menggantikannya. Dan ketika Abdullahpun mengalami hal yang serupa, kalian diperkenankan sendiri memilih panglima pemberani"
di perbatasan balqa,desa masyarif,di pinggiran syam. perang mu'tah berkecamuk, zaid sang pemimpin perang syahid, ja'far melesat mengais bendera,ia melompat terjun dari kudanya.detik selanjutnya, sebilah pedang terhunus merenggut sebelah tangan kanan pemegang bendera.Ia masih tersenyum meraih panji kebanggaan,ia lantas menerjang pasukan berbaju besi, kali ini tangan kirinya pun putus, tak ada raut sedih sedikitpun pada wajahnya. Ia mendekap amanah Rasulullah dengan pangkal tangan dan dadanya…hingga ia syahid dengan panji pasukan masih tertancap di antara kedua pangkal lengan dan dadanya.

Mutiara hikmah
Syair yang dilagukan pada saat berperang melawan romawi:
“Wahai surga yang kudambakan mendiaminya, harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya. Tentara romawi telah menghampiri liang kuburnya, terhalang jauh dari sanak keluarganya, kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya”
“Oh semerbak surga kian mendekat, segar dan sejuk gemericik air minumnya. Ada banyak kemilau tahta disana.dan Rum (romawi), adalah rum yang dekat azabnya, kafir dan sangat jauh hubungan nasabnya, bila bertemu, ku akan segera memenggal mereka”

Readmore »»

Wednesday, July 04, 2007

AL-KHANSA BINTI AMRU

Al-Khansa terkenal dengan gelaran; lbu para syuhada. Al-Khansa dilahirkan pada zaman jahiliyah dan tumbuh besar di tengah suku bangsa Arab yang mulia, yaitu Bani Mudhar. Sehingga banyak sifat mulia yang terdapat dalam diri Al-Khansa. Beliau adalah seorang yang fasih, mulia, murah hati, tenang, berani, tegas, tidak kenal pura-pura, suka berterus terang. Dan selain keutamaan itu, beliau pun pandai bersyair. Beliau terkenal dengan syair-syairnya yang berisi kenangan kepada orang-orang yang dikasihinya yang telah tiada mendahului ke alam baka. Terutama kepada kedua saudara lelakinya, yaitu Mu’awiyah dan Sakhr yang telah meninggal dunia.

Diriwayatkan bahwa ketika Adi bin Hatim dan saudarinya, Safanah binti Hatim datang ke Madinah dan menghadap Rasulullah SAW, maka berkata, "Ya Rasulullah, dalam golongan kami ada orang yang paling pandai dalam bersyair dan orang yang paling pemurah hati, dan orang yang paling pandai berkuda." Rasuluilah SAW bersabda, ‘Siapakah mereka itu. Sebutkanlah namanya.’ Adi menjawab, ‘Adapun yang paling pandai bersyair adalah Umru’ul Qais bin Hujr, dan orang yang paling pemurah hati adalah Hatim Ath-Tha’i, ayahku. Dan yang paling pandai berkuda adalah Amru bin Ma’dikariba.’ Rasuluilah SAW menukas, "Apa yang telah engkau katakan itu salah, wahai Adi. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa binti Amru, dan orang yang paling murah hati adalah Muhammad Rasulullah, dan orang yang paling pandai berkuda adalah Ali bin Abi Thaiib.’

Jarir ra. pernah ditanya, Siapakah yang paling pandai bersyair? Jarir ra. menjawab, ‘Kalau tidak ada Al-Khansa tentu aku.’ Al-Khansa sangat sering bersyair tentang kedua saudaranya, sehingga hal itu pernah ditegur olah Umar bin Khattab ra. Umar ra. pernah bertanya kepada Khansa, ‘Mengapa matamu bengkak-bengkak?’ Khansa menjawab, ‘Karena aku terlalu banyak menangis atas pejuang-pejuang Mudhar yang terdahulu." Umar berkata, ‘Wahai Khansa, Mereka semua ahli neraka.’ Sahut Khansa, ‘Justru itulah yang membuat aku lebih kecewa dan sedih lagi. Dahulu aku menangisi Sakhr atas kehidupannya, sekarang aku menangisinya karena ia adalah ahli neraka.’

Al-Khansa menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As Sulami. Dari pernikahan itu ia mendapatkan empat orang anak lelaki. Dan melalui pembinaan dan pendidikan tangan-tangannya, keempat anak lelakinya ini telah menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Dan Khansa sendiri terkenal sebagai ibu dari para syuhada. Hal itu disebabkan dorongannya terhadap keempat anak lelakinya yang telah gugur syahid di medan Qadisiyah. Sebelum peperangan bermula, terjadilah perdebatan yang sengit di rumah Al-Khansa. Di antara keempat putranya telah terjadi perebutan kesempatan mengenai siapakah yang akan ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka. Keempatnya saling tunjuk menunjuk kepada yang lainnya untuk tinggal di rumah. Masing-masing ingin turut berjuang melawan musuh fi sabilillah. Rupanya, pertengkaran mereka itu telah terdengar oleh ibunda mereka, Al-Khansa. Maka Al-Khansa telah mengumpulkan keempat anaknya, dan berkata,

‘Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian telah berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia. Sesungguhnya kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati bapamu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng arang di kening keluargamu.Jika kalian telah melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majulah paling depan nescaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat. Negeri keabadian. Wahai anakku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah. lnilah kebenaran sejati, maka untuk itu berperanglah dan demi itu pula bertempurlah sampai mati. Wahai anakku, carilah maut niscaya dianugrahi hidup.’

Pemuda-pemuda itupun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang mati-matian melawan musuh, sehingga banyak musuh yang terbunuh di tangan mereka. Akhirnya nyawa mereka sendirilah yang tercabut dari tubuh-tubuh mereka. Ketika ibunda mereka, Al-Khansa, mendengar kematian anak-anaknya dan kesyahidan semuanya, sedikit pun ia tidak merasa sedih dan kaget. Bahkan ia telah berkata, ‘Alhamdulillah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggiiku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku dalam naungan Rahmat-Nya yang kokoh di surgaNya yang luas.’ Al-Khansa telah meninggal dunia pada masa permulaan kekhalifahan Utsman bin Affan ra., yaitu pada tahun ke-24 Hijriyah.

Readmore »»

Abdurrahman bin 'Auf

Apa Sebabnya Anda Menangis, Hai Abu Muhammad....?

Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram, terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.

Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.

Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu ......

Ummul Mu'minin Aisyah Radhiyallahu 'Anha demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?..?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu' minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.
Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam bersabda:
"Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"

Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan... ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul.. ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi Sholallahu 'Alaihi Wa Salam Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.

Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya....". Kemudian ulasnyalagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla.....!" Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar ....

Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah, Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah ...! Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan dunianya oleh kawna keuntungan Agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah Radhiyallahu 'Anhu yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidakterkira, dengan hati yang puas dan rela ... !

******

Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini ke dalam Islam? Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing.... Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min ...

Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.. . . Abu, Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Makatak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam....

Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu'min yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi Sholallahu 'Alaihi Wa Salam memasukkannya dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.

Dan Umar Radhiyallahu 'Anhu mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: "Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!"

******

Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy .... Dan sewaktu Nabi Sholallahu 'Alaihi Wa Salam, memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Ibnu 'Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah . . . ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.

********

Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya:

"Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak......!"

Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf Radhiyallahu 'Anhu bukan berarti rakus dan loba .. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya ... ?

Dan Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya ....Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan .....

Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah ....Telah menjadi kebiasaan Rasul pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah.

Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin .. , sampai-sampai soal rumahtangga. Apabila ia beristeri dua orang diceraikannya yang seorang untuk memperisteri saudaranya ......!

Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'.... Dan marilah kita dengarkan shahabat yang mulia Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:
" ... dan berkatalah Sa'ad kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya......!
Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Moga-moga Allah memberkati anda, isteri dan harts anda ! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....!
Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjual belilah di sana.......ia pun beroleh keuntungan ...!

Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat ? ? ? Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.....!

Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri . ? ? tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam ......

Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah Rabbul'alamin!
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam bersabda:
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuk golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan ....! Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda....!"

Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyediakan bagi AIlah pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.

Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.

Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam ...dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:
"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".

******

Ibnu 'Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya .... Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak pula dengan menyimpannya ....Bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal ....Kemudian ia tidak menikmati sendirian .... tapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara?saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang:

"Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin 'Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka . . Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikannya kepada mereka".

Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela Agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu.

Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum .... Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi iapun menangis sambil mengeluh:

"Mushab bin Umeir telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya!

Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahdukan pahala kebaikan kami...!"

Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya:"Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad ... ?" Ujarnya: "Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita ... ?"

Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .... ! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:

"Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"

Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan ibnu 'Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuhsembuh pada salah satu kakinya......sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya .... Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki?laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin 'Auf ... ! Semoga Allah ridla kepadanya dan ia pun ridla kepada Allah ... !

******

Sudah menjadi kebiasaan pada tabi'at manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan ... artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan... !

Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin 'Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabi'at kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya ke puncak ketinggian yang unik ... !

Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru....

Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu 'Auf .... Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah. ..!"

Demikianlah, baru saja kelompok Enam formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khatthab maka kepada kawan-kawannya yang lima dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari enam orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja ....

Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin 'Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan:

"Aku pernah mendengar Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi ... !"

Oleh Ibnu 'Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.

*****

Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islam! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?

Dan pada tahun ketigapuluh dua Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya .... Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain,maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring diranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar....

Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut ... !

Pula dahulu ia telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madh'un, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat shahabatnya itu ... !

******

Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata:

"Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah ... !"
Tetapi sakinah dari Allah?segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa... Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu ....seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat ....
Ia sedang mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Salam yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin 'Auf dalam surga!", lagi pula ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya:


"Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita ... !"(Q?S. 2 al-Baqarah: 262)
******

Readmore »»

Tuesday, July 03, 2007

malaikat

Keadaan Para Malaikat Sebagai Makhluk Allah Yang Paling Perkasa, Dan Rasa Takut Mereka Ketika Turun Wahyu Dari Allah 'Azza Wa Jalla*

--------------------------------------------------------------------------------
*tulisan menjelaskan bukti lain yang menunjukkan kebatilan syirik dan hanya Allah yang berhak dengan segala macam ibadah. Karena apabila para malaikat, sebagai makhluk yang amat perkasa dan paling kuat, bersimpuh sujud di hadirat Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar tatkala mendengar firman-Nya, maka tiada yang berhak dengan ibadah, puja dan puji, sanjungan dan pengagungan kecuali Allah.
Firman Allah Ta'ala (artinya):
"... Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati para malaikat itu, mereka bertanya: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(perkataan) yang benar." Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Saba': 23)

Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata: "Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." Ketika itulah, (syaitan-syaitan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini: sebagian mereka di atas sebagian yang lain -digambarkan Sufyan (Sufyan bin 'Uyainah bin Maimun Al Hilali, salah seorang periwayat hadits ini) dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya- maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang dibawahnya, kemudian disampaikan lagi kepada yang dibawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi kadang kala syaitan penyadap berita itu terkena syihab (meteor) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut, dan kadang kala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab; lalu dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal melakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal) mengatakan: "Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar)", sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari langit."

An-Nawwas bin Sim'an Radhiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila Allah Ta'ala hendak mewahyukan perintah-Nya, maka Dia firmankan wahyu itu, dan langit-langit bergetar dengan keras karena rasa takut kepada Allah 'Azza wa Jalla. Lalu, apabila para malaikat penghuni langit mendengar firman tersebut, pingsanlah mereka dan bersimpuh sujud kepada Allah. Maka malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril, dan ketika itu Allah firmankan kepadanya apa yang Dia kehendaki dari wahyu-Nya. Kemudian Jibril melewati para malaikat, setiap dia melalui satu langit ditanyai oleh malaikat penghuninya: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Dia firmankan yang benar. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." Dan seluruh malaikat pun mengucapkan seperti yang diucapkan Jibril itu. Demikianlah sehingga Jibril menyampaikan wahyu tersebut sesuai yang telah diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla kepadanya. (HR Ibnu Abi 'Ashim dalam As-Sunnah; dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma' wa As-Shifat)

Kandungan tulisan ini:

Tafsiran ayat tersebut di atas. Ayat ini menerangkan keadaan para malaikat, yang mereka itu adalah makhluk Allah yang paling kuat dan amat perkasa yang disembah oleh orang-orang musyrik. Apabila demikian keadaan mereka dan rasa takut mereka kepada Allah tatkala Allah berfirman, lalu bagaimana patut mereka itu dijadikan sesembahan selain Allah; apabila makhluk selain mereka, tentu lebih tidak patut lagi.

Ayat ini mengandung suatu argumentasi yang memperkuat kebatilan syirik, khususnya yang berkaitan dengan orang-orang shaleh. Dan ayat inilah yang dikatakan memutuskan akar-akar pohon syirik dari jantungnya.

Tafsiran firman Allah: "Mereka menjawab: "(perkataan) yang benar. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." Firman Allah ini menunjukkan bahwa Kalamullah bukanlah makhluk (ciptaan) karena mereka berkata: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?"; menunjukkan pula bahwa Allah Maha Tinggi diatas seluruh makhlukNya dan Maha Besar yang kebesaranNya tidak dapat dijangkau oleh pikiran mereka.

Sebab pertanyaan para malaikat tentang wahyu yang difirmankan Allah.

Jibril kemudian menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan: "Dia firmankan yang benar."

Disebutkan bahwa malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril.

Jibril memberikan jawaban tersebut kepada seluruh malaikat penghuni langit, karena mereka bertanya kepadanya.

Seluruh malaikat penghuni langit jatuh pingsan tatkala mendengar firman Allah.

Langit pun bergetar keras karena firman Allah itu.

Jibril adalah malaikat yang menyampaikan wahyu itu ke tujuan yang telah diperintahkan Allah kepadanya.

Disebutkan pula dalam hadits bahwa syaitan-syaitan menyadap berita wahyu tersebut.

Cara mereka, sebagian naik di atas sebagian yang lain.

Peluncuran syihab (meteor) untuk menembak jatuh syaitan-syaitan penyadap berita.

Kadangkala syaitan penyadap berita itu terkena syihab sebelum sempat menyampaikan kalimat yang didengarnya, dan kadangkala sudah sempat menyampaikan ke telinga manusia yang menjadi abdinya sebelum terkena syihab.

Ramalan tukang ramal adakalanya benar.

Dengan kalimat yang didengarnya tersebut, ia melakukan seratus macam kebohongan.

Kebohongan tidaklah dipercayai kecuali karena kalimat yang diterimanya dari langit (melalui syaitan penyadap berita).

Manusia mempunyai kecenderungan untuk menerima sesuatu yang bathil; bagaimana mereka bisa bersandar hanya kepada satu kebenaran saja yang diucapkan tukang ramal, tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan seratus kebohongan yang disampaikannya.

Satu kalimat kebenaran tersebut beredar luas dari mulut ke mulut dan diingatnya, lalu dijadikan sebagai bukti bahwa apa yang dikatakan tukang ramal adalah benar.

Menetapkan kebenaran sifat-sifat Allah (sebagaimana yang terkandung dalam ayat dan hadits di atas), berbeda dengan paham Asy'ariyah yang mengingkarinya.

Bergetarnya langit dan pingsannya para malaikat adalah karena rasa takut mereka kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Para malaikat pun bersimpuh sujud kepada Allah.

Readmore »»

Abu Sufyan bin Harits

Abu Sufyan bin Harits

Agaknya tidak ada tali-temali yang menghubungkan dua pribadi sedemikian erat dan kuat, seperti tali-temali yang menghubungkan Muhammad saw. dengan Abu Sufyan bin Harits. Abu Sufyan lahir bersamaan dengan Muhammad bin Abdullah. Keduanya sebaya dan dibesarkan dalam keluarga yang sama.

Abu Sufyan adalah anak paman Rasulullah saw. yang paling dekat. Karena Al-Harits, ayah kandung Abu Sufyan, dengan Abdullah ayahanda Rasululah saw. adalah kakak beradik dari putra Abdul Muthallib. Di samping itu, Abu Sufyan adalah saudara susuan Rasululah. Kedua-duanya disusui oleh Halimatus Sa'diyah secara bersama-sama. Setelah itu keduanya menjadi kawan bermain yang saling mengasihi dan sahabat terdekat bagi Rasulullah sebelum kenabian. Abu Sufyan adalah salah seorang yang sangat mirip dengan Rasulullah. Maka, hubungan keluarga mana lagi yang lebih dekat dan kuat dari hubungan Muhammad bin Abdullah dengan Abu Sufyan?

Karena hubungan yang demikian erat itulah, kebanyakan orang menyangka bahwa Abu Sufyan adalah orang yang paling dahulu menerima seruan Rasulullah saw, dan yang paling cepat mempercayai serta mematuhi ajarannya dengan setia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, ia menjadi penentang Rasulullah saw.

Ketika Rasululah saw. mulai berdakwah secara terang-terangan, Abu Sufyan menjadi penunggang kuda yang terkenal. Di samping itu, ia adalah penyair yang berimajinasi tinggi dan berbobot. Dengan kedua keistimewaannya itulah, Abu Sufyan tampil memusuhi dan memerangi dakwah Rasulullah saw. Ia berusaha dengan segala daya dan upaya untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Bila kaum Quraisy menyalakan api peperangan melawan Rasulullah saw. dan kaum muslimin, Abu Sufyan selalu turut mengobarkannya dan setiap penganiayaan yang dilancarkannya selalu membawa malapetaka besar bagi kaum muslimin.

Sementara itu, setan penyair Abu Sufyan selalu membangunkan dan mempergunakan lidahnya untuk menyindir Rasulullah dengan kata-kata tajam, kotor, dan menyakitkan.

Abu sufyan terus-menerus memusuhi Rasulullah saw. berkelanjutan hingga masa dua puluh tahun. Selama masa itu, dia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan meneror Rasulullah saw. dan kaum muslimin. Tidak berapa lama sebelum penaklukan Mekah, seorang saudara Abu Sufyan menulis surat kepadanya, mengajak masuk Islam sebelum Mekah ditaklukkan. Ajakan saudaranya itu diterimaya, maka dia pun masuk Islam. Tepati, buku-buku sejarah mencatat kisah macam-macam tentang Islamnya Abu Sufyan. Karena itu, marilah kita dengarkan dia menceritakan kisahnya sendiri. Ingatannya tentu lebih dalam, sifatnya lebih terperinci dan lebih benar.

"Ketika Islam sudah berdiri teguh dan kuat, gencarlah berita bahwa Rasulullah akan datang menaklukkan Mekah. Sementara itu, bumi yang terbentang luas semakin sempit terasa bagiku. Aku bertanya kepada diriku sendiri, "Hendak ke mana kau? Siapa temanku? Dan, dengan siapa aku?"

Kemudian, aku panggil istri dan anak-anakku, lalu kukatakan, "Bersiaplah kalian untuk mengungsi dari Mekah ini, karena tidak lama lagi tentara Muhammad akan tiba. Aku pasti akan dibunuh oleh kaum muslimin. Hal itu tidak mustahil terjadi jika mereka menemukan aku. "

Mereka menjawab, "Apakah belum tiba juga masanya bagi Bapak untuk menyaksikan bangsa-bangsa Arab dan bukan Arab tunduk patuh dan setia kepada Muhammad dan agamanya, sedangkan Bapak senantiasa memusuhinya. Seharusnya Bapaklah orang yang pertama-tama memperkuat barisan Muhammad dan membantu segala kegiatnnya."

"Istri dan anak-anakku senantiasa membujukku masuk Islam, sehingga akhirnya Allah melapangkan dadaku menerimanya."

"Saya bangkit dan berkata kepada pelayanku, Madzkur, 'Siapkan bagi kami unta dan kuda.' Lalu, anakku Ja'far kubawa bersama-sama denganku. Kami mempercepat jalan menuju Abwa', yaitu daerah antara Mekah dan Madinah. Kami mendapat kabar bahwa Muhammad telah sampai di sana dan menduduki tempat itu dan di sana aku masuk Islam. Ketika kami hampir tiba, aku menyamar, sehingga tidak seorang pun mengenalku, lalu aku menyatakan Islam di hadapan beliau."

"Aku meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Setalah satu mil aku berjalan, aku bertemu dengan pasukan perintis kaum muslimin menuju Mekah. Pasukan demi pasukan lewat. Aku menghindar dari jalan mereka, karena khawatir ada di antara mereka yang mengenalku."

"Lalu, terlihat olehku Rasulullah berada di tengah-tengah pasukan pengawalnya. Aku memberanikan diri menemuinya sampai aku tegak berhadapan muka dengannya. Lalu, kubuka topeng dari wajahku, setelah dia melihat dan mengenalku, dia memalingkan muka dariku ke arah lain. Aku pun pindah berdiri ke arah dia melihat, tetapi dia berpaling pula ke arah lain. Aku tetap mengejar sehingga hal seperti itu terjadi beberapa kali."

"Aku tidak pernah ragu, jika aku mendatangi Rasulullah, beliau akan gembira dengan keislamanku. Dan, para sahabat akan gembira pula karena nabinya gembira. Tetapi, ketika kaum muslimin melihat Rasulullah saw. berpaling dariku, mereka pun memperlihatkan muka masam dan semuanya memalingkan muka dariku."

"Aku bertemu dengan Abu Bakar, tetapi dia memalingkan mukanya dariku. Aku memandang kepada Umar bin Khattab dengan pandangan lembut, tetapi Umar melongos dengan cara yang menjengkelkan. Bahkan, ada seorang Anshar berkata dengan semangat kepadaku, 'Hai Musuh Allah! Engkau telah banyak menyakiti Rasulullah saw. dan para sahabat. Kejahatanmu telah sampai ke ujung timur dan barat permukaan bumi ini'."

Orang Anshar ini semakin mengeraskan suaranya memaki-makiku, sehingga kaum muslimin menyorotkan pandangan menghina kepadaku, tetapi aku gembira dengan cemoohan yang sedang kualami. Sementara itu, aku melihat pamanku, Abbas. Aku mendekatinya seraya berkata, "Wahai paman! Aku berharap semoga Rasulullah gembira karena aku masuk Islam, sebagai famili dekat baginya, yang paman mengetahui seluruhnya. Tolonglah paman bicarakan dengannya (Muhammad) mengenai maksudku."

Jawab Abbas, "Demi Allah, saya tidak berani satu kalimat pun bicara dengannya setelah kulihat dia memalingkan muka darimu. Kecuali, bila datang kesempatan lain yang lebih baik, akan saya coba."

"Sekarang kepada siapa akan paman serahkan aku?' tanyaku."

Jawab Abbas,"Saya tidak berwenang apa-apa selain yang engkau dengar."

"Aku sungguh susah dan sedih karena jawaban paman Abbas kepadaku. Tidak lama kemudian aku melihat adik sepupuku, Ali bin Abi Thalib. Maka, kubicarakan dengannya maksudku. Ali pun menjawab seperti jawaban paman Abbas."

"Aku kembali menemui paman Abbas. Aku berkata, 'Jika paman tidak sanggup membujuk Rasulullah mengenai diriku, tolong cegah orang-orang itu mengejekku, atau yang menghasut orang lain mengejekku'. "

Abbas bertanya, "Siapa orangnya? Sebutkan ciri-cirinya kepadaku."

"Maka, kuterangkan ciri-ciri orang itu kepada paman Abbas. Ia lalu berkata, 'Oh, itu adalah Nu'aiman bin Harits an-Najjary'."

Abbas kemudian mendatangi orang tersebut seraya berkata, "Hai Nu'aiman! Sesungguhnya Abu Sufyan itu adalah anak paman Rasulullah, dan anak saudaraku. Seandainya Rasulullah saw. marah hari ini kepadanya, barangkali besok beliau rida kepadanya. Karena itu, janganlah mencela Abu Sufyan."

"Ketika Rasulullah berhenti di Jahfah, saya duduk di muka pintu rumahnya bersama anakku, Ja'far. Ketika beliau keluar rumah, beliau melihatku, tetapi dia tetap memalingkan muka dariku. Tetapi, aku tidak putus asa untuk mendapatkan ridanya. Setiap kali dia keluar masuk rumah, aku senantiasa duduk di muka pintu. Sedangkan anakku, Ja'far, kusuruh berdiri di dekatku. Dia tetap memalingkan muka bila melihatku. Lama juga kualami keadaan seperti ini, hingga akhirnya aku merasa susah sendiri."

"Lalu, aku berkata kepada isteriku, 'Demi Allah, bila aku dan anakku ini pergi mengasingkan diri sampai kami mati kelaparan dan kehasusan, tentu Rasulullah akan meridaiku'."

"Tatkala berita mengenai diriku itu sampai kepada Rasulullah, beliau merasa kasihan. Ketika beliau keluar dari kubah untuk pertama kali beliau memandang lembut kepadaku. Aku berharap semoga beliau tersenyum melihatku."

"Kemudian Rasulullah saw. memasuki kota Mekah. Aku turut dalam rombongan pasukan beliau. Belau langsung menuju masjid, aku pun segera mendampingi dan tidak berpisah semenit pun dengannya."

***

Saat terjadi perang Hunein seluruh kabilah Arab bersatu padu, persatuan Arab yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Mereka membawa perlengkapan perang dan jumlah tentara yang cukup banyak. Bangsa Arab bertekad hendak membuat perhitungan kalah atau menang dengan kaum muslimin dalam perang kali ini.

Rasulullah saw. menemui musuh hanya dengan beberapa pasukan. Aku turut dalam rombongan pasukan pengawal beliau. Tatkala kulihat jumlah tentara musyrikin sangat besar, aku berkata kepada diriku, "Demi Allah, hari ini aku harus menebus segala dosa-dosaku yang telah lalu karena memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin. Hendak kubaktikan kepada beliau amal yang diridai Allah dan Rasul-Nya."

Ketika pasukan telah berhadap-hadapan, kaum musyrikin dengan jumlah tentaranya yang banyak berhasil mendesak mundur kaum muslimin, sehingga banyak di antara kaum muslimin yang lari dari samping Nabi saw. Hampir saja menderita kekalahan yang tidak diinginkan. "Demi Allah, aku tetap bertahan di samping beliau di tengah-tenah medan tempur. Beliau tetap berada di atas keledainya yang berwarna keabu-abuan, teguh bagaikan sebuah bukit yang terhunjam dalam ke bumi. Dengan pedang terhunus ditebasnya setiap musuh yang datang mendekat, bagaikan seekor singa jantan menghadapi mangsanya. Melihat Rasulullah seorang diri, aku melompat dari kudaku dan kupatahkan sarung pedangku. Hanya Allah yang tahu, ketika itu aku ingin mati di samping Rasulullah saw. Pamanku, Abbas, memegang kendali keledai Nabi pada sebuah sisi, dan berdiri di sampingnya, sedangkan aku memegang kendali keledai itu pada sisi yang lain dan berdiri pula di sebelahnya. Tangan kananku memegang pedang untuk melindung Nabi, sedang tangan kiriku memegang kendali kendaraan beliau."

"Ketika Rasulullah melihat perlawananku yang mematikan musuh, beliau bertanya kepada paman Abbas, 'Siapa ini paman'?"

Abbas menjawab, "Ini saudara Anda, anak paman Anda, Sufyan bin Harits. Ridakanlah dia, ya Rasulullah."

Beliau menjawab, "Sudah kuridai. Dan, Allah telah mengampuni segala dosanya."

"Hatiku bagai terbabng kegirangan mendegar Rasulullah rida mengampuni segala dosa-dosaku. Lalu, kuciumi kaki beliau yang terjuntai di kendaraan. Beliau menoleh kepadaku seraya berkata, 'Saudaraku, demi hidupku, majulah menyerang musuh'."

"Ucapan Rasululalh sungguh membangkitkan keberanianku. Lalu, kuserang kaum musyirikin sampai mereka mundur. Kukerahkan kaum muslimin mengejar mereka sejauh lebih kurang satu farsakh (1 farsakh = 8 km). Kemudian, kami kucar-kacirkan barisan mereka setiap arah."

***

Semenjak perang Hunain, Abu Sufyan bin Harits merasakan nikmat dan keindahan rida Nabi saw. kepadanya. Dia merasa bahagia dan mulia menjadi sahabat beliau. Meski demikian, Abu Sufyan tidak berani mengangkat pandangannya ke wajah Rasulullah saw. selama-lamanya, karena malu mengingat masa silamnya yang kelabu.

Abu Sufyan memendam rasa penyesalan yang dalam di hatinya, berhubung dengan masa hitam jahiliah yang menutupnya dari cahaya Allah, dan melempar jauh-jauh kitabullah. Maka, dia sekarang bagaikan tengkurap di atas mushaf Alquran siang malam, membaca ayat-ayat, mempelajari hukum-hukum, dan merenungkan pengajaran-pengajaran yang terkandung di dalamnya. Dia berpaling dari dunia dan segala godaannya, menghadap kepada Allah semata-mata dengan seluruh jiwa dan raganya. Pada suatu ketika Rasulullah melihatnya dalam masjid, lalu beliau bertanya kepada Aisyah ra. "Hai Aisyah, tahukah kamu siapa itu?"
"Tidak, ya Rasululah," jawab Aisyah.
"Dia adalah anak pamanku, Abu Sufyan bin Harits, perhatikanlah dia yang paling dahulu masuk masjid dan paling belakang keluar. Pandangannya tidak pernah beranjak dan tetap menunduk ke tempat sujud," kata beliau.

Ketika Rasulullah saw. meninggal, Abu Sufyan sedih bagaikan seorang ibu kehilangan putra satu-satunya. Dia menangis seperti seorang kekasih menangisi kekasihnya, sehingga jiwa penyairnya kembali memantulkan rangkuman sajak yang memilukan dan menyanyat hati setiap pembaca atau pendengarnya.

Pada zaman pemerintahan Umar al-Faruq (Umar bin Khattab) , Abu Sufyan merasa ajalnya sudah dekat. Lalu, digalinya kuburan untuk dirinya sendiri. Tidak lebih tiga hari setelah itu, maut datang menjemputnya, seakan sudah berjanji sebelumnya.

Dia berpesan kepada istri dan anak-anaknya, "Kalian sekali-kali jangan menangisiku. Demi Allah! Aku tidak berdosa sedikit pun sejak aku masuk Islam." Lalu, ruhnya yang suci pergi ke hadirat Allah.

Khalifah Umar al-Faruq turut menyalatkan jenazahnya. Beliau menangis kehilangan Abu Sufyan bin Harits, sahabat yang mulia.

Sumber: Shuwarum min Hayaatis Shahaabah, Abdulrahman Ra'fat Basya

(Buku Shuwarum min Hayaatis Shahaabah oleh Abdulrahman Ra'fat Basya telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit Media Da'wah, Jln. Kramat Raya 45, Telp. (021)3153928, 31901662, Faks. 3906995, Jakarta 10450, dengan judul Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah)

Readmore »»

KISAH LELAKI SEJATI

KISAH LELAKI SEJATI

Kisah ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Ada seorang pemuda kaya hendak pergi ke Makkah untuk melaksnakan ibadah umrah. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Setelah semua dirasa siap, diapun memulai perjalanannya.
Ditengah perjalanan, dia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu duduk dibawah pohon. Akhirnya, dia terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.

Saat dia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi kesana kemari. Akhirnya unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Dia juga merusak segala yang dilewatinya.

Penjaga kebun itu adalah seorang kakek yang sudah tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Namun dia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, lalu sang kakek membunuhnya.
Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, dia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun. Pada saat itu seorang kakek datang.

Pemuda itu bertanya, ”Siapa yang membunuh unta ini?”

Kakek itu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, terpaksa dia membunuhnya.

Mendengar hal itu, sang pemuda sangat marah hingga tak terkendalikan. Serta merta dia memukul kakek penjaga kebun itu. Nasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu menyesal atas apa yang diperbuatnya. Dia berniat kabur.

Saat itu, datanglah dua orang anak sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya.

Kemudian, keduanya membawa pemdua itu untuk menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Uman bin Khattab ra. Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka.
Lalu, Umar bertanya kepada pemuda itu. Emuda itu mengakui pebuatannya. Dia benar-benar menyesal atas apa yang dilakukannya.

Umar berkata, ”Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah.”

Seketika itu, sang pemuda meminta kepada Umar, agar dia diberi waktu dua hari untuk pergi ke kampungnya, sehingga dia bisa membayar hutang-hutangnya.

Umar bin Khattab berkata, ”Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi kesini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu.”

Pemuda itu menjawab, ”Aku orang asing di negeri ini, Amirul Mukminin, aku tidak bis mendatangkan seorang penjamin.”

Sahabat Abu Dzar ra yang saat itu hadir disitu berkata, ”Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku, aku berikan kepadamu jika pemuda ini tidak datang lagi setelah dua hari.”

Dengan terkejut, Umar bin Khattab berkata, ”Apakah kau yang menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar...wahai sahabat Rasulullah?”

”Benar, Amirul Mukminin,” jawab Abu Dzar lantang.

Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishash, orang-orang menantikan datangnya pemuda itu. Sangat mengejutkan! Dari jauh sekonyong-konyong meeka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia sampai di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandang dengan rasa takjub.

Umar bertanya kepada pemuda itu, ”Mengapa kau kembali lagi kesini wahai anak muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?”

Pemuda itu menjawab, ”Wahai Amirul Mukiminin, aku datang kesini agar jangan sampai orang-orang berkata, ’tidak ada lagi orang yang menepati janji dikalangan orang islam’, dan agar orang-orang tidak mengatakan, ’tidak ada lagi lelaki sejati, kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dikalangan umat Muhammad saw’.”

Lalu Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, ”Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?”

Abu Dzar menjawab, ”Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk Saudaranya seiman dalam umt Muhammad saw’.”
Mendengar itu semua, dua orang lelaki anak kakek yang terbunuh itu berkata, ”Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi dihadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apapun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi orang yang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad saw’.”

Readmore »»